Budaya Pop di Pameran Lukisan Semarang Contemporary Art Gallery
Oleh Ovi Oktaviani
Budaya populer atau sering dikenal dengan makna budaya pop, adalah sekumpulan pemikiran, sudut pandang, tindakan, penilaian, maupun fenomena lainnya yang dijumpai dalam kehidupan, utamanya terdapat dalam sebuah budaya yang berkembang di masyarakat.
Budaya populer secara mendasar, mendapat pengaruh yang besar dari budaya barat. Selain itu, media massa juga memiliki peranan yang dominan terhadap keberlangsungan budaya populer ini sendiri.
Pada awal perkembangannya di Eropa, sekitar awal abad 19, budaya populer lebih banyak dimaknai sebagai budaya yang melekat dengan kehidupan masyarakat pada kelas sosial bawah, dimana menjadi pembeda dari budaya pada elite yang tinggi pada saat itu. Selain itu, budaya populer juga sering kali identik dengan istilah ‘mass culture’ atau budaya massa, yang diciptakan serta dinikmati secara masal.
Dalam perkembangannya, budaya pop membentuk arus perputaran dalam kehidupan yang dinilai dapat mewakili suatu pandangan tentang suatu ketergantungan yang saling menguntungkan dalam lingkup yang relatif kompleks, serta memiliki nilai-nilai yang berpengaruh kuat pada masyarakat dan lembaga-lembaganya dengan beragam cara. Istilah “budaya populer” muncul pada awal abad ke-19 dengan bertumpu pada aspek pendidikan dan “culturedness” pada masyarakat kalangan kelas bawah.
Gagasan atau makna budaya populer inilah yang diusung dalam pameran di Museum Semarang Contemporary Art Gallery akhir Februari ini. Beberapa koleksi yang ditampilkan dalam pameran menampilkan sejumlah lukisan karya pelukis seperti Arie Dyanto, Bonyong Munny Ardhie, Wedhar Riyadi dan lainnya. Kesemuanya mengusung gagasan budaya populer yang berkembang di masyarakat.
Arie Dyanto misalnya mengusung tema budaya pop global dalam koleksinya. Budaya pop global oleh Arie dikaitkan dengan selera anak-anak muda yang mengikuti tren, khususnya dalam hal fashion.
Melalui lukisannya berjudul Nesting Journey, Arie seperti ingin memperlihatkan bagaimana budaya global mempengaruhi gaya anak muda di jamannya. Nesting Journey menggambarkan seorang anak muda yang penuh gaya, tengah memegang perangkat tape di tangan kanan sementara tangan kiri memegang topi yang stylish. Lukisan ini menggunakan akrilik dan spray.
Lukisan Arie lainnya berjudul Air Sole memperlihatkan sebuah sepatu. Di sampaingnya tergambar sayap burung tanpa kepala. Lukisan sepatu merk Nike ini seperti ditutup garis-garis putih dari cat yang seakan luntur. Melalui penggambaran Nike, Arie seperti ingin memperlihatkan pengaruh budaya global melalui merk terkenal asal Amerika Serikat itu. Semua orang tahu, Nike di jamannya digandrungi anak-anak muda. Saat Nike merajai pasar sepatu dunia, anak-anak muda Indonesia juga menjadi “korban” dari populernya merk yang menjadikan Cristiano Ronaldo, Ronaldino dan Wayne Roone sebagai model iklannya.
Budaya pop juga terekam dalam lukisan karya Radi Arwinda. Tiga buah karyanya berjudul Geofront Cowboy memperlihatkan lukisan semacam animasi dengan warna yang mencolok. Ketiga lukisan itu disapu dengan tinta akrilik.
Lain halnya dengan Arie dan Radi. Bonyong Munny Ardhie lebih mengusung tema urban. Seperti diperlihatkan di lukisannya berjudul Makan Palu. Digambarkan seorang pria tua tidak memakai baju sedang memakan palu. Palu itu memang tampak keropos seperti dimakan. Di tangan satu lagi, pria tua itu juga membawa sebuah palu.
Bonyong, yang dijuluki empunya seni rupa Indonesia, seperti ingin memperlihatkan keadaan manusia di area urban. Palu adalah simbol kerja keras di area urban yang sarat dengan industrialisasi.
Di ruangan lain di Semarang Contemporary Art Gallery terdapat pula karya seniman-seniman lain seperti Wedhar Riyadi yang berjudul Face Off#2 dan Sugiyo Dwiarso berjudul The Savior. Dan beberapa lukisan lain berukuran lebih kecil di sebelah.
Berubah
Budaya pop bersifat kontemporer, dimana budaya ini bisa berubah sewaktu- waktu dan muncul secara unik di berbagai tempat dan waktu yang berlainan, mengikuti perkembangan zaman, serta eksistensinya sedang berkembang baik di masyarakat.
Secara etimologi, Budaya pop (cultural popular), berasal dari bahasa Spanyol dan Portugis, memiliki makna yaitu merupakan unsur kebudayaan yang bersumber dari rakyat. Berdasar pada perspektif bahasa dan kebudayaan Latin, budaya populer lebih banyak mengarah pada adanya pemikiran-pemikiran tentang perkembangan kebudayaan dari kreativitas orang kebanyakan di masyarakat (Lull, 1997: 85).
Budaya populer merupakan hasil kreasi masyarakat industrial, yang kemudian terjadi interpretasi makna dan hasilnya diwujudkan dalam kebudayaan yang ditampilkan secara dominan, serta didukung dengan kemajuan teknologi produksi, dan penggandaan masal, dengan tujuan agar dapat lebih mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya batasan ruang dan waktu.
sebagai berikut:
Budaya populer adalah budaya yang dikenal dan digemari kebanyakan masyarakat pada umumnya, relevan dengan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang, serta mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga memunculkan perspektif budaya pop sebagai suatu budaya yang sudah berkembang kemudian menjadi kebiasaan yang digemari oleh banyak masyarakat. (KBBI)
Sementara menurut Stuart Hall, budaya populer adalah budaya sebagai suatu pertunjukkan yang menampilkan ranah sesuai dengan kesepakatan bersama dalam masyarakat, serta di dalamnya terkandung ketahanan yang mengakar kuat. Budaya pop merupakan ranah berlangsungnya penguasaaan terhadap kelompok tertentu dengan kesepakatan nilai-nilai sosial dari paham penguasa yang mendominasi.
Budaya populer secara umum dapat dicirikan sebagai berikut:
- Menjadi tren
Salah satu ciri dari budaya populer adalah dimana sebuah budaya menjadi trend dalam kehidupan masyarakat, serta cenderung diikuti atau digemari oleh kebanyakan masyarakat pada umumnya.
- Adanya keseragaman bentuk
Adanya keseragaman bentuk menunjukkan ciri sebuah hasil kreasi manusia yang menjadi tren dalam kalangan masyarakat umum, pada akhirnya diikuti dan cenderung terjadi proses imitasi melalui tindakan penjiplakan. Karya tersebut kemudian dapat menjadi pelopor atau promotor bagi karya-karya lain dengan karakteristik yang relative sama.
- Adaptabilitas
Ciri adaptabilitas menunjukkan perspektif tentang sebuah budaya populer akan mudah dinikmati serta masyarakat umum dapat beradaptasi dengan kondisi yang terjadi, yang kemudian mengarah pada tren yang berkembang di masyarakat.
- Durabilitas
Sebuah budaya populer akan dilihat berdasarkan ciri durabilitas, yaitu menunjukkan perspektif tentang pergerakan waktu, dimana pelopor budaya populer yang dapat mempertahankan diri dengan karakteristik maupun keunikan yang melekat kuat, sehingga akan terjadi ketahanan suatu budaya agar terus berkembang di masyarakat, meskipun sudah lama berjalan.
- Profitabilitas
Berdasarkan perspektif ekonomi, budaya populer berpotensi menghasilkan keuntungan dalam bentuk materi yang besar bagi industri yang mendung keberlangsungannya.
Peran Media
Sementara berbicara mengenai budaya pop tidak terlepas dari peran media. Media sosial berperan sebagai pembawa budaya pop ke masyarakat luas. Media telah memproduksi berbagai jenis produk budaya populer yang dipengaruhi oleh budaya asing dan hasilnya telah disebarluaskan melalui jaringan global sehingga masyarakat secara sadar atau tanpa sadar telah menyerapnya sebagai suatu kebudayaan yang berkembang.
Seringkali dalam kehidupan sehari- hari muncul anggapan bahwa budaya pop itu memperdayakan masyarakat. Media dalam hal ini lebih tepatnya berperan sebagai piranti penyalur hiburan dan dapat pula mempermudah kita mencari ataupun menggali informasi yang luas tentang perkembangan kehidupan di segala penjuru dunia.
Kemudian dalam prosesnya, konsumen penikmat budaya pop mengkonsumsi lalu menelaah informasi sebagai bahan untuk menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini telah terjadi proses adopsi oleh masyarakat terhadap budaya populer.
Dalam proses budaya populer, media menjalankan perannya, sebagai penyebar luasan teknologi informasi dan hiburan, juga sebagai institusi pencipta dan pengendali pasar komoditas dalam suatu lingkungan sosial kemasyarakatan.
Hingga pada akhirnya, jenis produk dan yang diproduksi dalam beragam keadaan dan disebarluaskan melalui peran media, akan diserap oleh publik sebagai suatu produk kebudayaan, kemudian hal ini berimplikasi pada proses terjadinya syarat interaksi sosial yang erat antara media dan masyarakat.
*Ovi Oktaviani adalah Penulis Budaya