Bloomsday di Zürich: Ulysses Dianggap Cabul dan Dicekal di USA

Zürich, Jumat 16 Juni 2023 menjelang pukul 18.00 gedung Gemeindezentrum di Gemeindestr. 54 mulai didatangi banyak orang untuk merayakan Bloomsday dari novel Ulysses.

Saya datang satu jam sebelum acara, sehingga saya bisa melihat persiapannya. Gedung kuno di tengah kota itu bertingkat dan acara berada di lantai tiga.

Saya lihat meja kursi sudah dipersiapkan dengan rapi dengan formasi saling berjarak dan tersebar di seluruh ruangan.

Tak tampak ada panggung, namun ada tujuh orang berdiri di ujung tengah memegang kertas sedang berlatih membaca teks bahasa Inggris.

Sebagai member James Joyce Foundation, secara berkala saya selalu mendapatkan buletin bernama Jahresbericht, Freunde der Zürcher James Joyce Stiftung. Di buletin itulah semua kegiatan yang terkait James Joyce dan karyanya diberitakan. Tak terkecuali acara Bloomsday ini. Di dalam buletin itu terselip kertas bertuliskan:

Join us in celebrating

BLOOMSDAY 2023

From Ulysses, Shakespeare & Co 1922 to Random House 1934.

What happened in between?

The publication of Ulysses 101 years ago, extensively celebrated last year, could not put happy ending to all problems with the censors…

The USA vs. Ulysses

Readings from memoirs, letters, and arguments before the court

Music by Äed Duo

Helen Maier & Raoul Morat

Bloomsday Buffet

Venue: Gemeindezentrum Hottingen, Gemeindstr. 54, 8032 Zürich.

Tram stop Hottingerplatz

RSVP by 9 June (required) 044 211 83 01 I info@joycefoundation.ch

 

Pada selembar kertas undangan itu terlihat dua sampul Ulysses warna hijau tua terbitan Shakespeare & Co tahun 1922 dan sampul warna krem dengan tulisan Ulysses dalam bentuk garis-garis tegak lurus terbitan Random House 1934.

Acara pokok adalah tampilnya 7 orang di aula itu membacakan teks dari memoar, surat-surat dan berbagai argumen sebelum dan sesudah Ulysses dicekal pengadilan di New York.

Sebagai tamu undangan yang paling awal datang, sehingga saya bisa memilih di mana harus duduk. Saya memilih meja yang kosong dekat jendela. Di atas meja, saya lihat ada selebaran kertas berisi foto-foto dan penjelasannya. Kertas itu tertulis seperti ini:

 

Bloomsday Readings 2023

The USA vs. Ulysses

Who`s Who

Margaret Anderson

Co-editor of The Little Review (with Jane Heap)

 

John Sumner

President of the New York Society for the Suppression of Vice

 

John Quinn

New York lawyer, patron of the arts, collector of manuscripts and friend of Joyce`s

 

Bennett Cerf

Random House Publishers, New York

 

John Munro Woolsey

Judge of the U.S District Court for the Southern District of New York

 

Para tamu dari berbagai bangsa merayakan Bloomsday. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Orang Irlandia Lebih Kenal Bloomsday Daripada Ulysses

Perlahan tamu undangan hadir dan memenuhi kursi yang disediakan. Fritz Senn, presiden Yayasan James Joyce belum tampak di tengah-tengah undangan. Tiga staff Yayasan terlihat sangat sibuk. Ursula dan Ruth mempersiapkan acara dan Silke, mengurus makanan dan minuman.

Di meja tempat saya, duduk seorang dari Prancis yang beristri perempuan Irlandia. Di sebelah kanan saya dua perempuan Swiss dan di sebelah kiri ada lelaki asal Irlandia, namun tinggal di Swiss.

Saya bertanya pada lelaki Irlandia itu, ”Sebagai orang Irlandia, bagaimana Anda memaknai novel Ulysses?”

Ia katakan, ”Well, saya kira James Joyce telah berusaha keras dalam menulis Ulysses. Joyce mengumpulkan peristiwa-peristiwa dan ia tulis dari halaman ke halaman. Ia melakukannya dengan sangat brilian, ia tulis di Trieste, Zürich dan Paris, dan kalau pulang ke Dublin dia menyanyi.”

“Kapan Anda pertama kali membaca Ulysses?”

“Ketika saya berusia 60 tahun.”

“Oh, sangat terlambat, bukan?”

“Oh, No, no, tidak ada kata terlambat. Ulysses bisa dibaca dari bab mana saja, seperti berenang di sebuah pulau.”

“Pada Ulysses, Joyce mengkritik keluar Irlandia dan ke dalam negeri sendiri. Keluar, ia mengkritik imperium Inggris Raya, karena Irlandia dibawah cengkeramannya. Irlandia dijajah Inggris. Juga di dalam negeri sendiri Joyce mengkritik kelompok Katolik konservatif. Apa komentar Anda?”

“Ya, pada waktu itu kondisinya berbeda, ada pergolakan politik dan budaya. Pada tahun 1920-an, orang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan. Ketika Joyce meninggal tahun 1941 di Zürich, juga belum ada keinginan akan membawa pulang mayatnya ke Dublin. Pada waktu itu masih terjadi tindakan represif. Waktu itu Joyce masih dalam status persona non grata. Impian besar saya, bahwa Irlandia semakin terbuka dan maju.”

“Apakah setiap orang Irlandia tahu Ulysses?”

“Oh tidak. Orang Irlandia lebih kenal perayaan Bloomsday pada 16 Juni tiap tahunnya.”

“Apakah Ulysses menjadi pelajaran di Sekolah Menengah Atas?”

“Terlalu berat, saya kira tidak. Tapi pasti Ulysses diajarkan di universitas-universitas.”

“Saya pernah mengunjungi Martello Tower di pantai Sandycove, Dublin dan rumah Nora Barnacle di Galway. Saya temukan jalan-jalan di Dublin ditulis dalam dua bahasa, yakni bahasa lokal Gaelic dan bahasa Inggris. Sejauh mana bahasa ibu Anda itu dianggap penting?”

“Oh, saya dan sesama perantau dari Irlandia di kota Basel setiap Minggu sekali bertemu dan berbicara menggunakan bahasa Gaelic.”

“Ada peristiwa tragis, ketika tahun 2007 saya mendatangi kotanya Nora di Galway. Pada waktu itu disebutkan di koran setempat, ada gadis Swiss terbunuh di malam hari. Apa Anda dengar itu?”

Tak disangka, pertanyaan saya yang melenceng dari Bloomsday itu mendapat sambutan lebih hangat. Orang-orang Irlandia yang di meja itu saling memberi pendapat. Ada yang bilang, masih ingat peristiwa itu. Ada seorang ibu sebutkan, gadis Swiss itu sudah diperingatkan, jangan lewat jalan gelap itu, tapi ia nekat. Ada lagi yang menyebut, sebetulnya gadis Swiss itu akan belajar bahasa Inggris di Galway.

Ketika saya bilang, saya akan menuliskan untuk media sastra di Indonesia, bisa tulis namanya. Lelaki Irlandia itu dengan sangat sabar menuliskan namanya di kertas. Tak begitu lama ia mengeluarkan kartu nama tertulis mck, McKiernan Associates, Jim McKiernan.

Sebelum saya berpisah dengan Jim ini, setelah tahu saya dari Indonesia dia bilang, anaknya mengajar yoga di Ubud, Bali.

Saya membatin, banyak seniman dan tokoh dunia berasal dari Irlandia, seperti Oscar Wilde, Samuel Beckett, W.B Yeats, termasuk presiden John F. Kennedy dan Che Guevara nenek moyang mereka orang Irlandia.

Jim McKiernan, orang Irlandia penggemar Ulysses. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sigit Susanto di antara dua perempuan Irlandia. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ulysses Wakil Jiwa

Kemudian saya berganti bertanya kepada perempuan Swiss asal Basel bernama Kiki Lutz. Ia ingat pada saya, karena kami sama-sama pernah menghadiri acara sebelumnya di Yayasan James Joyce.

“Apa makna Bloomsday bagi Anda?”

“Oh, jiwa saya terwakili di dalam novel Ulysses. Untuk itu saya harus ikut merayakan Bloomsday ini. Bloomsday merupakan perayaan yang paling saya tunggu setiap tahunnya.”

“Anda sebagai orang Swiss, bagaimana perasaannya, ternyata pada Ulysses, Joyce memasukkan beberapa diksi Schwizerdütsch (bahasa Jerman dialek Swiss), misalnya ada tokoh bernama Hans Steuerli?”

“Tentu saja, saya bangga. Joyce memasukkan hal-hal baru. Ia menulis di Trieste, Zürich dan Paris. Pada prinsipnya, saya orang yang berpandangan internasional.”

“Apakah Anda tahu bahwa ada nama halte trem Ulysses di dekat bekas tempat tinggal Joyce di Zürich?”

“Oh, saya belum tahu itu.”

“Ceritanya halte trem Ulysses itu sudah diganti dengan nama lain oleh pemerintah kota Zürich dan plang Ulysses itu disimpan di Yayasan James Joyce.”

“Oh, sayang sekali. Kenapa nama halte itu diganti?”

“Saya juga tidak tahu. Tapi Anda tidak perlu kecewa, di kampung saya di Jawa Tengah, Indonesia saya membuat Jalan Ulysses sendiri.”

Ia agak kaget dan saya buka foto di handy saya. Setelah ia melihat foto Jalan Ulysses, dia berkomentar,

“Oh, bagus sekali. Untuk melihat plang Ulysses harus ke Indonesia. Saya belum pernah ke Indonesia.”

Tiba-tiba dari seberang terdengar gelas berbunyi, ting, ting, ting. Ternyata Fritz Senn sudah di podium memegang mikrofon dan memberitahu secara singkat bahwa acara akan dimulai.

Jalan Ulysses di Kendal, Jawa Tengah. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dua Peristiwa Legendaris Ulysess

Pertama, untuk diterbitkan menjadi buku, Ulysses mengalami banyak kerumitan, terutama di Amerika novel itu dianggap punya muatan pornografis, sehingga sempat dicekal dan kemudian disusul di Inggris.

Kedua, Joyce melakukan editing, benar-benar last minute sebelum diterbitkan tahun 1922. Disusul setelah Joyce meninggal tahun 1941, terjadi proses editing yang dilakukan oleh berbagai ahli. Namun yang paling terkenal bernama Hans Walter Gabler, sehingga terbitan edisi dari tahun 1977 sampai sekarang kebanyakan mengacu Gabler dan lebih dikenal dengan sebutan Gabler Edition.

James Joyce pernah berujar, bahwa dia sengaja menaruh begitu banyak kerumitan dan teka-teki ke dalam Ulysses, dengan harapan para profesor akan sibuk membicarakan berabad-abad. Dengan begitu, cara ini untuk meyakinkan bahwa karyanya tak akan pernah mati.

Di sisi lain, ia tampak ambivalen, karena ia bilang, “Sayang, pembaca menginginkan dan menemukan sebuah moral dari buku itu, atau yang paling buruk, mereka menganggap Ulysses dengan terlalu serius, padahal untuk mengapresiasinya tak harus seperti itu.”

Pada bab Nausicaa dalam Ulysses pertama kali dimuat secara berseri tiap dua bulanan di jurnal The Little Review di Amerika tahun 1920. Pengadilan New York mencekal karena Ulysses dianggap Obscene Literature (Sastra Cabul). Ada adegan Bloom melakukan mansturbasi. Dan beberapa diksi berbau pornogrfi, antara lain; shit, cunt, bugger, shite, dan prick.

Pada akhirnya Ulysses diterbitkan pada 2 Februari 1922 oleh Sylvia Beach, pemilik toko buku Shakespeare and Co di Paris. Itu merupakan hadiah terbesar bagi Joyce, karena bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke 40, setelah delapan tahun (1914-1922) untuk menyelesaikannya.

Pada tahun 1933, John Munro Woolsey, hakim pengadilan di New York meninjau ulang pencekalan novel itu dan memutuskan sebaliknya, jika novel itu dibaca secara keseluruhan, maka tak ada maksud pornografi. 10 tahun Ulysses dicekal di USA, tahun 1934 Random House menerbitkan Ulysses.

Dubes Irlandia Baca dan Pegang Palu

Puncak acara perayaan Bloomsday ini dengan tampilnya 7 orang memegang kertas. Mereka satu per satu maju ke podium dan membacakan berbagai tema. Antara lain tentang surat-surat Joyce, tentang penerbit Random House dan beberapa ungkapan perihal perjalanan Ulysses di USA yang dicekal pengadilan New York.

Yang menarik penampilan Eamon Hickey, duta besar Irlandia untuk Switzerland yang maju ke podium membacakan keputusan atas nama hakim John Munro Woolsey yang mencabut pencekalan Ulysses dan tangan kanannya mengangkat palu yang sudah disiapkan sebelumnya, dan betul-betul palu itu diketukkan sekali. Kontan adegan unik itu mengundang tepuk tangan riuh dari para hadirin.

Maka selesailah sudah rangkaian refleksi kisah perjalanan Ulysses.

Tak lama lagi, gitar dan biola melantun menguasai ruangan. Beberapa kali ada lantunan irama tradisional Irlandia. Saat musik bertalu ini, santap makan dengan self-service dimulai.

Di sela-sela acara makan, saya lihat ada seorang mendekati duta besar Irlandia dengan sebutan your Excellency Ambassador.

Saya dengarkan sesaat, ketika dubes itu mulai longgar saya minta izin memotretnya. Dia tanya,  “Only me?” “Yes,” jawab saya. Sesudah itu saya ajukan pertanyaan, ”Bagaimana menurut Anda perayaan Bloomsday di Zürich ini?” Ia jawab, ”Oh bagus sekali. Di sini ada James Joyce Foundation yang sudah terkenal dan punya penggemar khusus karya Joyce.”

“Kabarnya tugas Anda di Switzerlad akan segera berakhir?”

“Ya, benar. Agustus ini saya akan selesai sebagai duta besar di sini.”

“Kedutaan Besar Irlandia di Jakarta, ibu kota Indonesia juga pernah menggelar pameran karya Joyce, tapi saya kira penggemarnya tidak banyak.”

“Oh, I see.”

Di luar dugaan saya, ketika saya akan undur diri, tangannya ia ulurkan di depan saya. Saya kaget, ada pejabat negara sekelas duta besar sangat rendah hati, justru memulai mengulurkan tangannya untuk berpisah. Bagi saya, kejadian ini termasuk langka, ada duta besar ikut terlibat acara sastra. Sepertinya sudah menjadi tugas tambahan bagi duta besar Irlandia di Switzerland, karena pada perayaan Bloomsday beberapa tahun silam juga hadir membaca Ulysses.

Eamon Hickey, Duta Besar Irlandia untuk Switzerland. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ulysses Bahasa Rusia, Ukraina, dan Arab

Perang yang semakin tak kunjung padam antara Rusia dan Ukraina saat ini berimbas ke Bloomsday. Acara berlanjut seorang lelaki berewok bernama Costyantyn Belyaev asal Rusia maju ke podium membacakan penggalan cerita pada bab Calypso dari Ulysses. Tentu saja ia akan membacakannya dalam terjemahan bahasa Rusia. Dari teks sebanyak satu setengah halaman itu terselip bunyi kucing;

Mrkgnao!

Tepuk tangan membuncah dari hadirin mengakhiri pembacaan dan diumumkan, bahwa dia akan melanjutkan membaca pada bab yang sama, tetapi dalam terjemahan bahasa Ukraina.

Lagi-lagi terdengar bunyi kucing yang sama;

Mrkgnao!

Costyantyn Belyaev asal Rusia membacakan teks Ulysses dalam bahasa Rusia dan Ukraina. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tak sampai  di situ saja, masih ada lelaki tambun maju ke podium bernama Khaled Khalifia asal Suriah. Ia akan membacakan pada bab yang sama, namun kali ini dalam terjemahan bahasa Arab. Bunyi kucing memang secara internasional sama. Lebih tepatnya ada tiga bunyi kucing di bab itu dalam versi aslinya bahasa Inggris;

Mkgnao!

Mrkgnao! the cat cried.

Mrkrgnao! the cat said loudly

Khaled Khalifia asal Suriah membacakan teks Ulysses dalam bahasa Arab. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ketika tepuk tangan bertebaran, diam-diam saya membayangkan, seandainya Ulysses sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kemungkinan saya akan disuruh membacakan seperti bahasa-bahasa lain yang dianggap eksotik.

Sayangnya sampai sekarang Ulysses belum diterjemahkan ke dalam bahasa kita. Ketika Joyce masih hidup, Ulysses sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, meskipun Joyce mengaku tak mendapatkan royaltinya.

Ini adalah tantangan berat bagi semua pekerja sastra di tanah air, jika pembaca kita akan diberi bacaan salah satu karya sastra dunia yang dianggap terbaik di abad ke 20.

Bakwan Goreng Indonesia

Dua Minggu sebelum acara ini, saya dipesan oleh Ruth, salah satu staff Yayasan James Joyce untuk membawa bakwan goreng. Ya, dengan senang hati saya siap. Kebiasaan saya memang sering membuat bakwan goreng dan saya bawa di acara menjelang libur natal pada Reading Group Ulysses. Biasanya untuk menutup akhir tahun itu kegiatan membaca Ulysses diliburkan. Di situlah beberapa teman membawa wine, dan berbagai makanan ringan, maka saya pilih membuat bakwan goreng.

Dan ternyata rasa bakwan goreng saya mendapat sambutan, mereka anggap gurih dan renyah (Bahasa Jawa: kemriyuk) dan dipadu dengan saus asam manis yang dibeli di supermarket setempat.

Bakwan goreng itu di Swiss lebih dikenal dengan nama Bala-Bala, mungkin teman-teman dari Bandung yang lebih duluan mengenalkan di Swiss. Padahal Bala-Bala sendiri dalam bahasa Jerman artinya mabuk, sempoyongan. Sebab itu, jika orang Swiss diberitahu nama bakwan itu Bala-Bala, pertama tertawa dan kedua, mudah mengingatnya.

Saya sangat gembira, ketika acara makan tiba, bakwan buatan saya ditaruh di tengah sate-sate dalam formasi melingkar. Seorang ibu Swiss yang duduk di sebelah saya minta dikirimkan resep membuat bakwan.

 

 

*Sigit Susanto, penulis yang tinggal di Zug, Switzerland sejak tahun 1996