Gabriel Marcel dan ChatGPT: Tentang Masalah dan Misteri
Oleh Tony Doludea
Dalam budaya Yunani, Hephaestus dimitoskan sebagai dewa api, gunung berapi, pandai besi, pengrajin-pengukir logam, metalurgi dan teknologi, yang memiliki keterampilan membuat perkakas logam. Simbolnya adalah martil, bantalan besi dan penjepit. Ia sering digambarkan tengah menggenggam kapak. Kuil Hephaestus berada di dekat Agora di Athena.
Hephaestus adalah salah satu dewa Olimpus yang unik karena memiliki cacat fisik. Tetapi ia adalah salah satu dewa yang sangat berbakat dan penting dalam mitologi Yunani. Hephaestus merupakan simbol keterampilan, kejeniusan dan ketekunan dalam bekerja. Ia merepresentasi nilai-nilai keterampilan dan kerja keras, yang sangat dihargai dalam budaya Yunani.
Hephaestus diceritakan sebagai putra dewi Hera, tetapi tidak diketahui siapa ayahnya. Penampilan wajahnya yang buruk itu membuat ibunya kecewa dan kemudian melemparnya dari Olimpus. Itulah yang membuat kakinya pincang ketika ia jatuh di Pulau Lemnos. Hephaestus kemudian diasuh oleh Thetis dan tumbuh sebagai dewa yang ahli dalam pengerjaan logam dan kemudian membangun tempat kerjanya di bawah gunung api Etna di Sisilia, Italia.
Hephaestus banyak membuat benda-benda ajaib bagi para dewa, bahkan sebagian besar benda berkekuatan khusus dalam mitologi Yunani dibuat olehnya. Di antaranya adalah helm dan sandal bersayap Hermes, bahu Pelops, baju perang Akhilles, perisai Aigis, korset Afrodit, tongkat Agamemnon, lonceng perunggu Herakles, kereta perang Helios, busur dan anak panah Eros, kotak Pandora dan raksasa dari perunggu Talos, rumah-rumah megah dan berbagai macam dekorasi, serta singgasana untuk semua dewa di istana Olimpus.
Hephaestus juga membuat alat otomatis untuk membantu pekerjaannya, salah satunya adalah mesin kaki tiga yang dapat berjalan dari dan ke Olimpus. Hephaestus bekerja dibantu oleh para Cyclops di bengkelnya itu.
OpenAI memang tidak melakukan pekerjaannya di bengkel di bawah gunung berapi. OpenAI adalah laboratorium penelitan Kecerdasan Buatan (AI: Artificial Intelligence), yang didirikan oleh Elon Musk, Sam Altman dan lainnya pada 2015 yang berkantor pusat di San Francisco.
Mereka mendirikan OpenAI karena khawatir pada potensi bencana global akibat kecerobohan dan penyalahgunaan Kecerdasan Buatan, yang dapat mengancam keberadaan manusia. Maka perusahaan ini mengupayakan Kecerdasan Umum Buatan (AGI: Artificial General Intelligence) yang aman bagi semua orang, demi mengurangi risiko tersebut. Namun Nick Bostrom justru melihat kontradiksi pendekatan Musk itu.
Beberapa ilmuwan, seperti Stephen Hawking dan Stuart Russell juga telah khawatir, jika kecerdasan buatan tingkat lanjut pada suatu hari nanti akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sendiri secara berkelanjutan. Sehingga akan terjadi “ledakan pengetahuan” yang tak terhentikan, yang kemudian dapat menyebabkan kepunahan manusia.
Kecerdasan Buatan merupakan teknologi yang membuat sistem komputer mampu meniru kemampuan intelektual manusia. Kecerdasan Buatan memungkinkan komputer untuk belajar dari pengalaman, mengidentifikasi pola, membuat keputusan dan menyelesaikan tugas-tugas rumit dengan cepat dan efisien.
Teknologi ini dapat memproses data secara objektif, cepat dan akurat dalam jumlah yang sangat besar, tanpa dipengaruhi oleh emosi atau bias manusia. Sehingga dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketepatan pengambilan keputusan secara lebih baik dan prediksi lebih tepat. Serta menghemat waktu dan biaya dalam banyak bidang, seperti manufaktur, perbankan dan logistik.
Kecerdasan Buatan mampu belajar dari data yang ada dan meningkatkan kinerjanya seiring berjalannya waktu. Dengan demikian, sistem Kecerdasan Buatan dapat terus berkembang dan menjadi lebih cerdas.
Pada 30 November 2022, OpenAI meluncurkan tipe awal ChatGPT dan langsung menarik banyak perhatian dunia. ChatGPT (Chat Generative Pre-trained Transformer, yaitu Pengubah Obrolan Berkembang Pra-terlatih) adalah sebuah bot obrolan Kecerdasan Buatan berupa model bahasa generatif, yang menggunakan teknologi pengubah untuk memprediksi probabilitas kalimat atau kata berikutnya dalam suatu percakapan ataupun perintah teks.
ChatGPT dapat menghasilkan teks yang responsif dan menjawab pertanyaan pengguna. Memberikan jawaban yang relevan dan informatif berdasarkan pertanyaan atau permintaan pengguna. Dapat digunakan dalam berbagai konteks, termasuk sebagai asisten virtual berbasis teks, membuat ide, konten dan penerjemah bahasa.
Bot obrolan ini dibuat untuk dapat menganalisis sejumlah besar teks dari berbagai sumber, seperti artikel, buku dan situs web, sehingga ia memiliki pemahaman luas tentang bahasa manusia. Ia dapat merespons permintaan dengan menghasilkan teks yang mengikuti konteks dan gaya bahasa yang diberikan.
ChatGPT dapat membantu pembelajaran pribadi. Pengguna dapat mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan tentang suatu konsep yang sulit dipahami dalam berbagai mata pelajaran. Juga membantu pengguna mengatur jadwal, mengingatkan tugas penting dan memberikan saran tentang cara menyelesaikan tugas yang rumit. Ini dapat menghemat waktu dan energi dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Aplikasi ini juga dapat menjadi sumber inspirasi, membantu kegiatan kreatif dan menghasilkan ide-ide baru. Menemukan solusi untuk masalah yang rumit, memberikan umpan balik terhadap karya seni dan tulisan.
Bahkan ChatGPT juga memberikan dukungan emosional atau psikologis. Menjadi tempat untuk berbagi pikiran, mengekspresikan perasaan atau mencari nasihat dalam situasi yang sulit.
Pada Mei 2024, OpenAI meningkatkan model GPT-4 lebih jauh lagi dengan memperkenalkan GPT-4o, dengan kemampuan multimodal yang ditingkatkan untuk mengenali gambar, teks dan suara. GPT-4o lebih komunikatif dibandingkan model lainnya. GPT-4o dapat mengenali layar dan foto pengguna serta mengajukan pertanyaan kepadanya.
ChatGPT mendapat banyak pujian dan kritik atas kemampuannya yang inovatif itu. Namun teknologi ini dituduh menghasilkan “halusinasi”, jawaban yang tidak akurat, seolah-olah cerdas dan ditulis dengan baik. Dengan itu tidak sedikit ahli telah mendeteksi potensi ChatGPT akan melemahkan kecerdasan manusia, misalnya memungkinkan plagiarisme, penyebaran informasi palsu dan berita bohong.
********
The First Battle of the Marne merupakan pertempuran dalam Perang Dunia I yang terjadi dari tanggal 5 sampai 12 September 1914 di Perancis. Tentara Jerman memasuki Perancis dengan perhitungan akan memenangi perang itu dalam jangka waktu 40 hari. Paris akan diduduki, Perancis dan Inggris akan dihancurkan.
The Battle of the Marne disebut sebagai pertempuran darat yang paling penting di Abad 20 itu. Tentara Perancis menderita kekalahan sangat besar, diperkirakan 250.000 korban jiwa, Inggris 12.733 jiwa dan Jerman 298.000 jiwa.
Dalam keadaan yang porak poranda dan menakutkan seperti itu, banyak orang datang memenuhi kantor pelayanan informasi Palang Merah di Paris. Gabriel Marcel (1889-1973), saat itu berumur 24 tahun menjadi kepala kantor tersebut. Tugasnya adalah melacak informasi tentara Perancis yang hilang di garis depan pertempuran.
Marcel mengaku bahwa tugas itu merupakan pekerjaan yang mengerikan baginya. Ia menghadapi ibu, istri atau saudara perempuan yang sangat sedih dan menderita karena kehilangan orang yang mereka kasihi. Meskipun ia bertugas di situ tidak lama, namun sisa hidupnya sangat dipengaruhi oleh peristiwa tersebut. Marcel menyadari kemudian hari bahwa manusia konkret itu tidak dapat disamakan dengan data yang terdapat dalam arsip, formulir atau surat resmi lainnya.
Gabriel Honore Marcel lahir pada 1889 di Paris, Prancis. Ia tidak menyukai pelajaran-pelajaran di sekolah menengah, selain filsafat dan musik. Marcel adalah seorang musikus, pengarang drama dan filsuf Prancis. Ia mendapatkan pendidikan tinggi di Universitas Sorbonne dan mengikuti kuliah Henri Bergson di Collège de France, menyelesaikan tesis DES (diplôme d’études supérieures) dan lulus ujian agrégation dalam bidang filsafat pada 1910, ketika usianya baru 20 tahun.
Marcel mengajar filsafat di sejumlah sekolah menengah tahap akhir (lycée) di Vendôme, Paris, Sens dan Montpellier. Ia dikenal juga sebagai kritikus drama untuk berbagai jurnal sastra dan editor di Plon, penerbit utama Katolik Prancis, juga pianis profesional yang gemar melakukan improvisasi musik dengan pianonya.
Ia menulis lebih dari selusin buku dan setidaknya tiga puluh drama. Karya-karya eksistensialismenya itu berpusat pada pergumulan individu modern dalam suatu masyarakat teknologi yang tidak manusiawi.
Dengan pengalaman eksistensial di masa mudanya seperti itu, Marcel berusaha membangun filsafat menggunakan metode “dari pengalaman hidup naik ke pemikiran, lalu dari pemikiran turun lagi ke kehidupan” untuk menerangi makna kehidupan itu sendiri. Yaitu kenyataan bahwa manusia adalah “penjelmaan Ada” (L’etre incarne), Ada yang berinkarnasi, Ada yang bertubuh atau berbadan.
Dengan menekankan hubungan timbal-balik antara pemikiran dan pengalaman konkret manusia ini, Marcel dapat menghindari empirisme maupun rasionalisme, dua ekstrim besar yang sudah begitu lama menghantui filsafat modern. Maka tidak heran jika Marcel menolak filsafat sebagai sebuah sistem, karena sistematisasi akan mematikan pemikiran yang hidup.
Maka menurut Marcel seni drama dan filsafat itu tidak dapat dipisahkan. Ada kesatuan erat antara filsafat dan seni drama, karena kedua-duanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memahami siapa sebenarnya manusia. Drama merupakan sarana istimewa untuk menengahi pemikiran dan kehidupan. Drama sangat membantu untuk mendekati manusia dalam keadaan yang konkret, dalam hidup yang nyata.
Titik tolak filsafat Marcel adalah eksistensi. Eksistensi adalah lawan dari yang objektif. Eksistensi tidak pernah dapat dijadikan objek. Eksistensi adalah keadaan konkret manusia sebagai subjek dalam dunia. Eksistensi adalah seluruh kompleksitas, yang meliputi semua hal yang konkret, kebanyakan itu bersifat kebetulan saja, yang menandai hidup seseorang. Misalnya, Mas Slamet adalah Warga Negara Indonesia, lelaki, setengah baya, mempunyai watak tertentu, tingkat pendidikan tertentu, pekerjaan tertentu dan seterusnya.
Menurut Marcel, yang khas bagi eksistensi adalah bahwa manusia itu tidak secara eksplisit menyadari situasinya tersebut. Tentu saja, ia adalah subjek yang mempunyai kesadaran, tetapi ia tidak menyadari apa makna eksistensinya dalam dunia.
Manusia perlu meninggalkan taraf pra sadar tersebut dan menuju ke kesadaran penuh. Supaya hidupnya dalam dunia mencapai makna sepenuh-penuhnya. Maka hal-hal yang semula dianggapnya sebagai nasib, segera ditinggalkan ke suatu keadaan yang betul-betul dipilihnya secara bebas. Dengan kata lain, manusia harus menuju dari eksistensi ke Ada.
Peralihan dari eksistensi ke Ada ini meliputi tiga fase: kekaguman (admiration), refleksi (reflection) dan eksplorasi (exploration). Admiration mencakup baik keheranan maupun kekaguman. Permulaan itu bersifat eksistensial dan tidak rasional, apalagi ilmiah. Orang mulai dengan merasa heran tentang kenyataan, khususnya tentang dirinya sendiri dan lebih khusus lagi tentang inkarnasi, yaitu keadaanya sebagai makhluk bertubuh yang terjalin dengan semesta. Sikap kagum ini menyaratkan seseorang membuka diri dan bersedia mendengarkan. Kekaguman menuntut kerendahan hati. Sedangkan keangkuhan akan menutup diri orang sehingga tidak cocok dengan sikap ini.
Sementara Reflection bersifat abstraksi, analitis, objektif, universal dan dapat diverifikasi. Refleksi ini dijalankan dalam ilmu pengetahuan, namun tidak boleh berhenti di situ saja. Ini harus dilanjutkan dengan sikap yang tidak mengobjekkan, yaitu berlangsung dalam suasana perenungan (recueillement). Refleksi ini tidak mementingkan pendekatan logis, tetapi mengusahakan pendekatan dialogis. Tidak berbicara tentang objek-objek, tetapi tentang kehadiran (presence).
Dengan demikian akan terbuka jalan bagi kontak baru dengan realitas, yaitu fase Exploration. Dalam fase ini orang mengambil bagian pada Ada. Di sini orang menerima secara bebas realitas di mana ia berada, termasuk juga dirinya sendiri. Dengan kata lain, di sini manusia melampaui pemikiran aktif. Hanya melalui jalan ini eskistensi dapat mencapai Ada, yang tetap tersembunyi, sebuah misteri bagi pemikiran objektif.
Selanjutnya Marcel membedakan antara problem (masalah) dan misteri. Problem adalah masalah yang diajukan kepada seseorang dari luar. Masalah mempunyai konotasi objektif, orang ini sendiri tidak terlibat. Suatu masalah dapat dipecahkan, hingga akhirnya lenyap sebagai problem. Misalnya, memecahkan soal dalam ilmu matematika atau memperbaiki mesin mobil yang rusak. Secara umum masalah itu dijumpai pada taraf pemikiran logis, matematis dan teknis.
Sedangkan misteri itu tidak pernah diajukan kepada seseorang secara objektif. Misteri tidak berada di depan atau di luar orang ini, tetapi dalam dirinya, karena ia sendiri termasuk misteri tersebut. Suatu misteri melibatkan orang itu sendiri. Bertanya tentang misteri, serentak juga berarti bertanya tentang diri orang itu sendiri. Misteri tidak bisa dipecahkan.
Pemikiran tidak dapat melenyapkan misteri. Namun misteri juga tidak sama dengan suatu yang tidak dapat dimengerti. Sebab penyifatan misteri sebagai yang tidak mungkin dimengerti berarti mendekatinya dalam konteks masalah.
Misteri bukanlah teka-teki yang tidak diketahui, karena orang belum mempunyai kunci untuk membukanya. Misteri melampaui kemampuan pemikiran bukan karena kegelapannya, melainkan karena cahayanya. Bukan karena ia bungkam, melainkan karena ia berbicara terlalu banyak.
Misalnya, perkawinan yang bahagia atau persahabatan yang sejati, seseorang selalu menemukan hal-hal baru pada istri/suami atau sahabatnya itu. Ia tidak akan mengerti mereka secara tuntas, sehingga tidak akan mungkin muncul hal baru lagi. Misteri dialami dan dipercaya, tetapi tidak dapat ditangkap secara tuntas melalui konsep-konsep. Misalnya inkarnasi, kehadiran, kejahatan, cinta, dunia, kematian dan khususnya Ada.
Namun misteri sering kali juga mempunyai suatu segi problematik, yang dapat diselidiki dengan metode yang cocok bagi problem. Misalnya ilmu pengetahuan dapat menyelidiki tingkah laku manusia. Tetapi misteri tetap tidak dapat disamakan begitu saja dengan problem. Jika misteri diperlakukan sebagai problem, seperti berulang kali dikerjakan oleh rasionalisme dan positivism, maka itu merupakan suatu kekeliruan besar,
Menurut Marcel hakikat manusia itu adalah misteri keber-ada-an manusia, yang hanya akan tampak dengan semestinya kalau diselidiki dari sudut intersubjektivitasnya, yaitu relasi atau hubungan antar-manusia. Ada secara ontologis adalah selalu memiliki pengertian Ada-bersama, esse adalah co-esse. Kata kunci untuk melukiskan hubungan manusia dengan sesamanya itu adalah Kehadiran (presence).
Hadir tidak berarti berada pada waktu dan di tempat yang sama. Hadir tidak boleh dimengerti secara objektif, melalui kategori-kategori ruang dan waktu. Misalnya seseorang berada dengan banyak orang lain dalam bis atau gerbong kereta api yang sama. Itu belum berarti bahwa ia hadir bagi mereka atau mereka hadir baginya. Meski mungkin terjadi komunikasi antara dua orang, namun hal tersebut bisa jadi tanpa mencapai taraf ke-hadir-an.
Dua orang baru hadir yang satu bagi yang lainnya jikalau mereka mau mengarahkan diri yang satu kepada yang lainnya. Dengan cara yang sama sekali berlainan dari cara mereka menghadapi objek-objek atau benda-benda, yang dapat diperalat dan dimanipulasi demi kepetingannya sendiri.
Dalam konteks tersebut, Marcel juga menegaskan tentang Perjumpaan (recontre). Dalam Perjumpaan dan Pergaulan dengan orang lain, beberapa orang akan dapat menyadari lebih jelas keadaan mereka yang sebenarnya.
Maka eksistensi adalah lapangan pengalaman langsung, wilayah yang mendahului kesadaran, eksistensi adalah taraf hidup begitu saja, tanpa refleksi. Dengan demikian Kehadiran hanya dapat terwujud jika Aku berjumpa dengan Engkau.
Marcel membedakan relasi Aku-Engkau dengan relasi Aku-Dia. Dalam relasi Aku-Dia orang lain tampak baginya sebagai aspek-aspek fungsional. Ia tampak misalnya sebagai kondektur bus, polisi, penjual rokok atau dalam data yang tercantum pada Kartu Tanda Penduduk. Ia hadir dalam fungsi atau peran tertentu.
Akan tetapi dalam relasi Aku-Engkau, sesama manusia hadir bagi seseorang justru sebagai sesama. Jadi, sesama hadir baginya apabila dia lebih dari sekadar salah satu individu, di antara individu-individu yang lainnya saja. Apabila orang itu sungguh-sungguh mengadakan kontak dengan dia sebagai seorang pribadi dengan pribadi lainnya.
Demikian Kehadiran tetap dapat diwujudkan meskipun secara ruang dan waktu orang saling berjauhan. Kehadiran tidak selalu berarti berada di tempat dan waktu yang sama, namun dapat juga terjadi biarpun orang berjauhan secara ruang dan waktu.
Kehadiran diwujudkan secara sangat istimewa dalam cinta. Dalam cinta, Aku dan Engkau mampu mencapai taraf Kita. Di mana kesatuan ontologis dapat dicapai dalam Kita. Dalam cinta tersebut, mereka melebihi sekedar dari dua orang yang dijumlahkan satu dengan yang lainnya. Aku bukanlah satu bagian dan Engkau bukanlah satu bagian yang lain, yang secara bersama-sama digabung menjadi Kita.
Namun dalam cinta, taraf Kita, Aku dan Engkau diangkat menjadi suatu kesatuan baru yang tidak mungkin dipisahkan ke dalam dua bagian. Dengan demikian timbullah communion, yaitu bentu kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif. Maka communion ini boleh dianggap sebagai kehadiran dalam bentuknya yang paling sempurna. Jadi dalam communion peralihan dari eksistensi ke Ada terpenuhi.
Bagi Marcel mencintai selalu mengandung imbauan (invocation) kepada sesama. Dalam cinta Aku mengimbau kepada Engkau supaya bersatu sebagai Kita. Himbauan yang sama datang juga dari Engkau kepada Aku. Maka pada pihak Aku perlu juga suatu kesediaan untuk mendengarkan dan menjawab imbauan dari Engkau. Aku harus bersedia untuk keluar dari egoismeku dan membuka diri bagi Engkau.
Eksistensi bersama tidak boleh disederhanakan sebagai hubungan dalam taraf fisik yang nampak saja, namun jauh lebih dalam lagi, yaitu Cinta. Cintalah yang memanggil pribadi untuk mengadakan hubungan eksistensial. Cinta bukan perasaan emotif belaka, namun merupakan inti kehidupan yang berproses. Ada 4 tahap cinta:
Kerelaan (disponibilite), keterbukaan agar orang lain masuk dalam hubungan dengannya. Penerimaan (receptivite), inisiatif memulai aktivitas dalam hubungan dengan mempersilahkan orang lain memasuki dunianya dan mendengarkannya. Keterlibatan (engagement), ikut ambil bagian dalam keprihatinan yang lain, memberi perhatian positif sehingga dapat berjalan seiring. Kesetiaan (fidelite), sikap total, bukan berpura-pura, tapi terlibat bersama dengan segala resiko yang ada.
Dalam hubungan intersubyektif antara Aku-Engkau itu menjadi Kita. Cinta merupakan sesuatu yang transenden mengatasi Aku dan Engkau. Cinta adalah panggilan eksistensi manusia dan perwujudan cinta adalah “realitas tertinggi eksistensi manusia”, di mana ia keluar dari dirinya dan memeluk yang transenden.
Cinta itu juga menunjukkan sebuah kreativitas. Dalam teologi Kreatif berkaitan dengan Allah pencipta, dari ketiadaan menjadi Ada. Bila aktivitas manusia mampu mengadakan sesuatu yang baru, maka cinta dalam hubungan Aku-Engkau mempunyai daya kreatif yang nyata.
Kreativitas yang paling sederhana, yaitu karya-karya manusia, menghasilkan kebudayaan. Misalnya petani mengerjakan sawah. Kreativitas yang menyangkut dengan hubungan manusia yang wajar. Misalnya rakyat memilih pemimpin. Bisa juga negatif, mencap orang sebagai dungu. Kreativitas ini menciptakan kondisi, membuat keadaan baru bagi orang lain dan mempengaruhi adanya.
Kreativitas cinta, melahirkan kebebasan. Berkat cinta, seseorang justru merasa terbebas, mampu bergerak dan merealisasikan diri karena diterima dan didukung. Kreativitas ini bukan semata proses sebab akibat, yang bisa diduga hasilnya, namun itu menunjuk pada subyek sendiri, apa adanya. Kerativitas cinta menumbuhkan kreativitas subyek yang dicintainya itu.
Demikian, kebersamaan dalam cinta itu tidak terbatas pada satu saat saja. Kebersamaan ini menurut kodratnya haruslah berlangsung terus. Maka dalam pengalaman cinta terkandung juga bahwa Aku mengikat diri (engagement) dan tetap setia (fidelite).
Marcel menyebut Kesetiaan ini sebagai kesetiaan kreatif. Kesetiaan kreatif sanggup untuk memperbarui dan memperkokoh cinta Kita, dalam kehidupan yang senantiasa berubah dan mengalami pasang surut. Relasi Aku-Engkau itu sebenarnya tetap rapuh dan selalu terancam untuk mundur ke taraf Aku-Dia.
Jika seseorang setia pada hakikatnya sebagai manusia, ia akan sampai pada pengakuani bahwa dirinya itu diliputi oleh misteri yang tidak ia ciptakan sendiri, melainkan oleh suatu Kehadiran yang melampaui jangkauannya. Di sini Marcel menggunakan istilah Percaya dan Harapan. Orang tersebut Percaya dan berpengharapan pada Engkau Absolut, yang merupakan dasar bagi setiap perjumpaan dengan Engkau yang lain tadi.
Untuk menerima Allah, manusia tidak memerlukan pembuktian yang menjadi dasarnya. Tetapi ini berdasarkan pada imbauan yang berasal dari Engkau Absolut itu sendiri, yang dijawab manusia dengan Percaya. Sementara Harapan tidak menyangkut peristiwa yang dinantikan untuk terjadi di masa akan datang. Harapan adalah kesaksian kreatif tentang Engkau Absolut, yang merangkul manusia dan meliputinya. Walaupun ia menghadapi banyak penderitaan, kejahatan dan berada dalam lembah bayang-bayang maut sekalipun.
********
Tugas Marcel saat di kantor Palang Merah Paris itu meliputi dua sisi, yaitu mencari informasi tentara yang hilang dengan cara menemukan informasi keadaan dan keberadaan mereka. Untuk memecahkan masalah itu, Marcel membuat “katalog” dalam benaknya berdasarkan laporan dari tempat kejadian. Tentara yang hilang merupakan suatu variable yang diambil dari data di katalog tersebut.
Di sisi yang lain, Marcel harus menghadapi dan memberitahu orang tua, saudara atau keluarga tentara yang hilang tersebut, bahwa kekasih mereka itu telah meninggal. Ini jelas bahwa tentara tersebut bukan merupakan sebuah variable lagi, melainkan sesosok manusia. Di sini Marcel tidak sedang memecahkan masalah hilangnya seorang tentara bagi keluarga tersebut. Meskipun keterangannya itu mengungkapkan keberadaan tentara itu. Namun kehilangan ini akan selalu menjadi sebuah misteri yang akan tetap membekas dalam kehidupan keluarga itu.
Marcel menyadari bahwa ia dapat saja melakukan tugasnya itu dalam suasana teknis dan problematis, yang dapat mengubah “perang menjadi suatu peristiwa abstark belaka.” Ia dapat bersikap hanya sebagai petugas yang mencari dan memberikan informasi saja. Itu dapat menghindarkan dirinya dari paparan kesedihan para pencari informasi itu. Tetapi itu akan membuat dirinya menjadi bagian dari proses dehumanisasi perang tersebut.
Maka Marcel berusaha menyambut secara manusiawi orang-orang yang datang itu sebagai pribadi. Supaya mereka tidak merasa hanya berhadapan dengan suatu petugas di balik meja. Ia mulai melihat setiap kartu informasi yang ia pegang itu merupakan suatu jeritan yang mengoyak hati. Meskipun kartu informasi itu juga merupakan perwujudan reduksionisme birokratis, yang sangat berbahaya, sebuah teknik merendahkan harakat dan martabat manusia.
Setelah itu, Marcel merasa takut apabila umat manusia secara luas memasuki zaman “problematic” itu, di mana orang diperlakukan sebagai “perkara” dan “fungsi”. Ia mengkhawatir kecenderungan budaya modern mulai dari majalah sampai ruang praktik dokter hingga kantor pemerintahan. Yang mereduksi misteri menjadi masalah, cinta hanya menjadi dorongan reproduksi, kematian menjadi berakhirnya hidup saja.
Menurut Marcel dunia ini telah rusak karena umat manusia telah kehilangan rasa ontologis, rasa Ada dan kebutuhan pada yang transenden. Dalam dunia seperti ini, segala sesuatu dan setiap orang dipandang sebagai fungsi dan semua persoalan dipecahkan secara teknis, berdasarkan cara berpikir teknis, matematis dan teknologis.
Namun demikian Marcel mengakui bahwa teknologi memang tidak niscaya merusak semangat kehidupan. Meskipun teknologi menyerang kehidupan manusia dengan kecenderungan menggantikan kegembiraan rohani dengan kepuasan material.
Dunia yang telah rusak itu, saat ini semakin mendekati malapetaka global. Karena kini manusia bahkan dengan sadar dan terencana menjadikan orang lain, Engkau Absolut dan dirinya sendiri menjadi masalah (problem) dan membuang dimensi misterinya.
Untuk menghianati semua misteri itu, manusia menciptakan suatu benda dengan tangannya sendiri, yang secara teknis menirukan proses berpikir manusia untuk melakukan tugas dan berperilaku sebaai manusia dalam suasana memecahkan masalah. Kecerdasan Buatan berupa ChatGPT ini bahkan dapat memberikan dukungan emosional atau psikologis, menjadi tempat untuk berbagi perasaan dan pikiran, untuk mengungkapkan perasaan dan mendapatkan nasihat.
Manusia telah sengaja merelakan seluruh harkat dan martabatnya ke tangan sebuah benda ciptaannya sendiri, demi kehilangan Kehadiran (presence), Perjumpaan (recontre) dan pergaulan dengan sesamanya manusia. Padahal hubungan intersubyektif antara Aku-Engkau, untuk menjadi Kita itu adalah untuk membentuk communion, kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif. Kebersamaan ini merupakan Kehadiran dalam bentuk yang paling sempurna, karena merupakan perwujudan cinta, yaitu realitas tertinggi eksistensi manusia.
Jika seseorang setia pada eksistensinya sebagai manusia itu, maka ia akan sadar bahwa dirinya itu diliputi oleh misteri, yang bukan ia ciptakan sendiri. Orang tersebut akan sampai pada titik Percaya dan Harapan pada Engkau Absolut, yang merupakan dasar bagi setiap Perjumpaan (recontre) dengan Engkau. Namun sayang semua ini secara sadar dihilangkan oleh manusia itu sendiri melalui penggunaan ChatGPT.
—–
*Penulis adalah Peneliti di Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia.
Kepustakaan
Bertens, Kees. Filsafat Barat Abad XX. Jilid II Perancis. Gramedia, Jakarta, 1985.
Francois H. and Claire Lapointe (eds.). Gabriel Marcel and His Critics: An International Bibliography (1928–1976). Garland Publishing, New York and London, 1977.
Gallagher, Kenneth T. The Philosophy of Gabriel Marcel. Fordham University Press, New York, 1975.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Kanisius, Yogyakarta, 1980.
Marcel, Gabriel. The Mystery of Being, vol.1, Reflection and Mystery. The Harvill Press, London, 1951.
Marcel, Gabriel. The Mystery of Being, vol.2, Faith and Reality. The Harvill Press, London, 1951.
Marcel, Gabriel. The Philosophy of Existentialism. Citadel Press, New York, I970.
Natheem S, Arsath. ChatGPT Book for Beginners. Independently Published, Traverse City, MI, 2023.
Paul Arthur Schilpp and Lewis Edwin Hahn (eds.). The Philosophy of Gabriel Marcel. Open Court, La Salle, IL, 1984.
Wolfram, Stephen. What Is ChatGPT Doing … and Why Does It Work? Wolfram Media, Champaign, IL, 2023.
—