Toleransi di Fakfak
Oleh Hari Suroto
Dalam budayanya, masyarakat Fakfak, Papua Barat sangat toleran, hal ini tercermin dari filosofi satu tungku tiga batu. Arti filosofi tungku tiga batu ini adalah masyarakat Fakfak sangat toleran terhadap perbedaan.
Sejak zaman dahulu, masyarakat Fakfak terbuka dengan masyarakat baru yang datang dari luar. Masyarakat Fakfak sangat menghormati dan menghargai orang lain. Berbagai persoalan akan diselesaikan secara adat melalui mekanisme musyawarah adat.
Pada abad ke-17, pedagang muslim dari Bugis, Makassar, Ternate, Tidore sudah datang di Fakfak, mereka berdagang serta berdakwah. Bahkan pada abad ke-18, pedagang Tionghoa dan pedagang Arab juga datang ke wilayah ini. Selain berdagang, pedagang Tionghoa dan Arab ini juga membuat pemukiman.
Masjid Patimburak di Kampung Patimburak, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak merupakan bukti toleransi beragama masyarakat Fakfak. Masjid Patimburak dibangun oleh Raja Pertuanan Wertuar pada 1870. Arsitektur masjid ini sangat unik karena ada perpaduan bentuk masjid dan gereja.
Jika dilihat dari kejauhan, masjid tersebut terlihat seperti gereja. Kubahnya mirip arsitektur gereja-gereja di Eropa. Masjid Patimburak merupakan wujud dari nilai ‘satu tungku tiga batu’. Masjid Patimburak dibangun secara gotong royong oleh warga Pertuanan Wertuar baik yang memeluk agama Islam maupun Kristen Protestan atau Katolik.
Pada 1870, Islam, Kristen Protestan, Katolik sudah menjadi tiga agama yang hidup berdampingan di Pertuanan Wertuar.
Satu tungku tiga batu mengandung arti ‘tiga posisi penting’ dalam keberagaman dan kekerabatan etnis di Fakfak.
Satu tungku tiga batu artinya tungku tersusun atas tiga batu berukuran sama. Ketiga batu ini, diletakkan dalam satu lingkaran dengan jarak satu sama dengan lainnya sehingga posisi ketiganya seimbang untuk menopang periuk tanah liat.
Tungku yang berkaki tiga membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan untuk memasak.
Makna agama dalam konsep filosofi satu tungku tiga batu, bahwa ketiga batu itu dilambangkan sebagai tiga agama yang sama kuat dan menjadi kesatuan yang seimbang untuk menopang kehidupan dalam keluarga.
Tiga agama ini yaitu Islam, Kristen Protestan dan Katolik yang dianggap sebagai agama keluarga. Hal yang lazim dijumpai di Fakfak adalah dalam suatu keluarga, terdapat tiga agama, tetapi mereka tetap hidup rukun dan damai disertai nilai-nilai toleransi yang tinggi. Mereka tidak akan pernah terpengaruh oleh isu-isu, ataupun perselisihan terkait agama.
Kemajemukan masyarakat Fakfak, tetap memandang dirinya berasal dari satu rumpun kerabat, satu leluhur jauh sebelum Islam, Kristen Protestan dan Katolik berkembang di Fakfak.
Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan oleh masyarakat hingga kini dan patut untuk dicontoh, sebagai bentuk keberagaman dan kebinekaan yang ada di Indonesia.
Filosofi satu tungku tiga batu merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Fakfak. Filosofi ini perlu digali kembali dan perlu diajarkan di sekolah-sekolah. Filosofi Satu Tungku Tiga batu dapat digunakan sebagai bentuk pendidikan literasi digital guna menangkal berkembangnya hoaks.
*Penulis adalah Peneliti Balai Arkeologi Papua