Ovos, Renungan Penderitaan dan Harapan Kebangkitan
Oleh Silvester Petara Hurit*
O vos omnes, qui transitis per viam, attendite et videte si est dolor similis sicut dolor meus?
(Hai kalian semua yang berjalan lewat, pandanglah dan lihatlah,
adakah penderitaan seperti penderitaanku?)
Ratapan kedukaan Maria mengalun pedih. Tangan Darmawan Dadijono terikat dengan kain tenun merah di pojok kiri panggung. Mematung tak berdaya. Ingatan kita langsung terbawa pada kisah Yesus yang dijatuhi hukuman mati atas desakan massa walau Pilatus sendiri tak menemukan kesalahannya. Ketakberdayaan di hadapan kecurangan, cuci tangan dan rekayasa pengadilan.
Ratapan o vos omnes memanjang. Ditimpali gendang dan bunyi matraka, bunyi yang dihasilkan dari hentakan besi pada papan, bagai merajam. Darmawan terjatuh. Mengejang. Berusaha bangkit melawan perih. Membebaskan dirinya dari borgol kain namun sia-sia. Bunyi matraka terus merajam. Lebih keras. Berulang-ulang. Darmawan terjatuh ke belakang. Berusaha bangun melawan kesakitan yang semakin menggumpal hingga tubuhnya melengkung bergetar.
Penyanyi O vos terpaku di tengah panggung. Ratapannya terus menumbuhkan perih. Seperti Maria yang tak berdaya mengikuti jalan salib putera semata wayangnya. Disiksa, diolok, jatuh, dipaksa bangun memikul beban salib menuju bukit tengkorak:Golgota
Darmawan berjalan mundur, membungkuk, jatuh menengadah di depan pelantun o vos yang perlahan memperlihatkan gambar wajah Yesus bermahkota duri. Seorang berjubah hitam dengan nyala lilin merah di kedua tangannya menghampiri. Dingin ia menumpahkan lelehan panas di wajah dan tubuh Darmawan yang meronta tanpa suara. Melawan siksa dan sakit yang tak tertahankan.
Gendang dibunyikan sebagai lazimnya iringan kematian orang besar dalam tradisi Lamaholot Flores Timur. Ekspresi kesedihan yang getir dan ironis bagi Yesus orang besar yang dihukum mati dan disiksa sebagai durjana. Tabuhan gendang dan rancakan matraka berhenti ketika pasrah dan jerit terakhir Darmawan dengan tangan terentang seperti Yesus tersalib. Seseorang menyeru dari arah belakang dalam bahasa Lamaholot: “Ama, puken a Moe boho goe?” (Bapa, kenapa Kau tinggalkan aku?).
Darmawan Dadijono menarik siksa dan penderitaan Yesus ke dalam dirinya dan membagikannya dalam pentas berdurasi 9 menit. Sajian getir tubuh dan bunyi. Keteguhan iman, ketabahan dan harapan di balik derita bertubi-tubi.
Kenangan Penderitaan
Ovos adalah karya kreografer dan penari Darmawan Dadijono yang dipentaskan pada Senin 8 September dalam Festival Pasca ISI Surakarta 2025 di Gedung Teater Besar menghadirkan 3 pelaku tradisi Semana Santa dari Konga Flores Timur yakni Maria Eda Buang (71), M. Juang Lewar (59) dan Nikolaus Mare (52). Perayaan Semana Santa adalah perayaan mengenang kembali kisah sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus.
Ratapan duka yang menjadi nafas seluruh eksplorasi kesakitan yang diperlihatkan tanpa henti oleh Darmawan Dadijono membawa kita pada kenangan dan renungan iman akan peristiwa salib Yesus. Bahwa dalam Yesus yang menderita, Tuhan mengambil bagian dalam duka dan penderitaan manusia. Penderitaan diulangi, dihadirkan lewat tubuh Darmawan yang bertahan dan berjuang untuk pembebasan.
Penderitaan Yesus yang dihadirkan memperlihatkan Allah yang bersolider. Pertunjukan Ovos seakan bicara bahwa dalam Yesus yang menderita, kita dibawa kepada kesadaran akan pemerdekaan manusia dari kemiskinan hidup, ketidakadilan dan segala situasi yang merendahkan martabat manusia.
Solidaritas Allah mengajak semua yang beriman padanya untuk peduli pada penderitaan seluruh umat manusia.
Realitas buruk penderitaan dan kekerasan di kehidupan aktual hari ini, direkam oleh tubuh Darmawan Dadijono. Tubuh yang menyimpan sakit dan luka sosial sekaligus renungan mengenai kesabaran, keteguhan, bela rasa, solidaritas dan perjuangan. Kesaksian iman akan penderitaan sekaligus harapan akan kebangkitan.
*Silvester Petara Hurit, Pegiat Seni Pertunjukan tinggal di Lewotala Flores Timur.