SBY Senang Lomba, JOKOWI Menggoyang Istana
ISTANA PRESIDEN:
Dari Presiden ke Presiden – Bagian 4
Oleh: Agus Dermawan T.*
Setelah Istana Presiden Gusdur dan Megawati dibicarakan pada bagian #3, sekarang Istana SBY dan Jokowi ditilik dengan agak seksama. Pemahanan budaya SBY tak sempat diimplementasikan lengkap di istana. Namun karya-karya fotografi Ani Yudhoyono pernah jadi hiasan utama. Sementara Jokowi menggagas banyak lompatan, sehingga koleksi Istana Presiden bisa dipamerkan di ruang publik. Bahkan istana jadi tempat joged-jogedan.
—————————————————————————————————————————–
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(9 September 1949) – Presiden Republik Indonesia keenam.
Susilo Bambang Yudhoyono, presiden keenam Republik Indonesia, dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur 1949. Ia menjabat sebagai presiden selama dua periode, yakni pada Oktober 2004 sampai Oktober 2014.
Jika diperhatikan, hampir semua waktu Susilo Bambang Yudhoyono, – selanjutnya kita panggil dengan SBY – dihabiskan untuk memikirkan soal politik, sosial dan ekonomi. Namun atas hal-hal yang kelihatan sekunder (atau bahkan tertier) seperti kebudayaan dan kesenian, SBY nampak belum juga punya kesempatan.
Padahal banyak orang tahu bahwa SBY adalah insan yang memiliki kedekatan dengan seni. Ia suka bersastra dengan membuat puisi. Ia suka menyanyi dan menciptakan lagu. Bahkan ia juga dikenal sebagai orang yang sangat meminati dunia seni lukis. Namun karena kesibukannya sebagai tentara (dari perajurit sampai jenderal), kemudian sebagai menteri, dan akhirnya menjadi presiden, dunia kesenian itu tidak disentuhnya. Dan orang pun lalu dalam waktu lama menganggap bahwa SBY jauh dari dunia budaya dan seni. Oleh karena itu, ketika pada suatu kali SBY sebagai presiden punya waktu bicara soal kesenian, jadilah peristiwa tersebut sebagai hal yang menarik sekaligus langka. Di bawah ini laporannya.
Pada 26 Juli 2010 Presiden SBY mengadakan temu wicara dengan para seniman dan budayawan di Gedung Konferensi Istana Presiden Tampaksiring, Bali. Acara ini serangkai dengan Lomba Seni Pelajar Tingkat Nasional #5 yang diikuti oleh 33 provinsi seluruh Indonesia. Temu wicara yang juga dihadiri 6 Menteri, Ketua DPR, Gubernur Bali dan puluhan tamu ini menampilkan sejumlah pembicara, untuk kemudian disambung dengan “ceramah” kesenian dan kebudayaan Presiden SBY.
Sebagai tokoh yang selalu berbicara tertata dan sistematik, ia memulai semuanya dengan memutar video klip lagu ciptaannya, “Save Our World” serta “Save Our Planet” yang dinyanyikan oleh Elfa’s Singer. SBY menceritakan proses penciptaan lagu itu. Dari inspirasinya, kegairahannya, kesulitannya, sampai kelegaannya ketika lagu itu dianggap selesai.
Dalam forum itu SBY mengatakan bahwa kesenian adalah upaya manusia dalam memfokuskan ekspresi keindahan, sebagai pencerminan emosi yang berkibar dalam budi. Hal inilah yang pada kemudian hari membuka perhatian para ilmuwan dan filsuf untuk percaya bahwa: faham keindahan adalah bentuk dari kemampuan manusia dalam mengolah segala sesuatu yang berbasis kepada budi luhur.
“Saya yakin bahwa dalam akal budi manusia sudah terdapat rasa untuk menikmati keindahan. Namun orang yang serius menikmati keindahan akan memiliki kelebihan, yakni akan merancang struktur-struktur keindahan sendiri dalam jiwanya. Orang demikian jelas akan memiliki sensibilitas spesial atas hasil karya seni,” katanya. Akal budi berkeindahan itu diniatkan untuk diterapkan dalam hubungan kerja pemerintah yang dilakukan di Istana Negara.
Lebih lanjut SBY mengatakan, pertemuan manusia dengan kesenian pada ujungnya akan menanamkan pohon estetika. Pohon-pohon keindahan ini pada saatnya akan mengembang menjadi hutan harmoni. Dan harmoni itu yang akan memayungi suatu komunitas ke dalam sebuah keutuhan, ke manapun komunitas itu berjalan. Oleh karenanya kesenian itu penting, bahkan sangat penting, dalam kehidupan.
SBY nampaknya bersetuju dengan pendapat filsuf Emmanuel Kant (meski ia tak menyebut nama Kant) bahwa di dunia ini banyak hal yang tak dapat dijelaskan oleh logika dan ilmu pengetahuan. Tapi orang-orang yang berpotensi estetik akan mampu menjelaskan hal-hal gelap itu. Lantaran hal-hal tersebut diolahnya sebagai “pengertian”, sebagai “idea”. Pada akhirnya “pengertian” dan “idea” ini dianggap sebagai kenyataan baru, yang disebut “fenomena”.
Atas hal itu SBY menarik sebuah contoh. Sejumlah pengamat mengatakan bahwa Indonesia akan hilang dari peta dunia pada pasca huru-hara 1998, sebagaimana negara Uni Soviet. Dan Indonesia mungkin akan berubah menjadi entah negara apa. Namun logika politik itu tak berlaku untuk negeri bangsa Indonesia yang (sesungguhnya) memiliki potensi estetik, mempunyai kekuatan harmoni. Maka Indonesia sampai sekarang kukuh berdiri. SBY mengatakan bahwa gema ihwal harmoni itu ia manifestasikan dalam banyak acara di Istana Merdeka.
Kesimpulannya, Istana Negara dan Istana Merdeka harus berkebudayaan, harus berkesenian. Dan kegiatan kesenian di berbagai istana di luar Jakarta, adalah untuk meluhurkan aura Istana Presiden Jakarta.
Berhubung dengan itu, ia berjanji akan meningkatkan kualitas dan kuantitas peristiwa kesenian dan infrastuktur kesenian Indonesia. Dan untuk mendasari kerja itu, SBY mendorong upaya para pengelola benda seni Istana Presiden untuk mengadakan “uji-petik nominalisasi” koleksi. Agar pemerintah tahu harganya. Dengan adanya harga, karya seni akan didaftarkan sebagai harta kekayaan negara. Dan sebagai harta kekayaan negara, karya seni memiliki hak untuk dilindungi dan diberi anggaran pemelihaaan. Sehingga ratusan koleksi, di antaranya yang ada di Istana Negara dan Istana Merdeka, aman keberadaannya. Sebelum ada “uji petik nominalisasi”, nilai setiap koleksi Istana Presiden hanyalah Rp.1,- (satu rupiah).
Selama SBY menjadi presiden, aura budaya Istana Negara dan Istana Merdeka di Jakarta tetap terpelihara. Penataan lukisan dan patung tidak mengalami dinamika. Namun bagian-bagian dari lingkungan istana selalu diberi atmosfir yang artistik. Salah satunya dengan penataan karya-karya fotografi karya Ibu Negara Kristiani Herawati alias Ani Yudhoyono. Foto-foto indah itu memberikan penghiburan visual bagi sangat banyak orang yang bekerja di situ, dan memberikan obyek tontotan bagi para tamu yang datang.
Berkenaan dengan lukisan, SBY menyukai tema pemandangan dalam corak naturalistik. Itu sebabnya pada eranya lukisan karya Yap Hian Tjay banyak dikoleksi. Kesukaan atas lukisan pemandangan ini menjalar keluar ruangan. Di halaman bagian dalam Istana Merdeka SBY membuat lapangan golf mini, dengan rumput yang ijo royo-royo. Sementara lukisan pemandangan yang beraura modern dan stilistik seperti ciptaan Walter Spies dan Lee Man Fong disisihkan, sehingga “hanya” terpajang di ruang kerja pengelola Sanggar Lukisan Istana.
O ya, pada era SBY ini Museum Seni Istana Presiden yang menempati bekas gedung Bina Graha – yang digagas oleh Presiden Megawati – dibongkar, dan digunakan sebagai kantor para penasihat Presiden. Alhasil ratusan materi Museum Istana Seni Presiden – yang rencananya bisa diakses publik umum – bertumpukan di gudang. Koleksi luar biasa ini kemudian diungsikan ke Istana Presiden Yogyakarta dengan truk tronton. Atas pembongkaran itu SBY berupaya memberi “kompensasi”. Ia lalu mendirikan Balai Kirti (museum riwayat para Presiden Indonesia) di kompleks Istana Presiden Bogor, dan Museum Kepresidenan di Istana Presiden Yogyakarta.
***
Presiden Joko Widodo
(21 Juni 1961) – Presiden Republik Indonesia ketujuh.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi, kelahiran Solo 1961, amat dekat dengan dunia musik metal. Sehingga ketika terpilih sebagai Presiden RI ketujuh, Randy Blythe dari grup Lamb of God segera menyebut ia sebagai “Presiden heavy metal pertama di dunia”. Kesukaan Jokowi kepada musik metal merupakan pengerucutan dari kegemarannya akan seni pertunjukan.
Jokowi nampaknya menyadari bahwa ada hubungan nan tak terpisahkan antara pemimpin pemerintahan dengan pilihan seni. Atau sekarang, hubungan pemimpin negara dengan kesenian. Itu sebabnya ia menegaskan bahwa kesenian bukan aksesori sebuah jabatan. Lantaran bukan perhiasan, sifat kesenian ia posisikan sebagai landasan sikap kala menunaikan kehidupan politik. Dan lantaran esensi kesenian adalah “penghadiran sensasi-sensasi menyenangkan”, maka gerak politik Jokowi tampil luwes, harmoni, berkarakter, santai dan bernuansa kesukacitaan.
Kita ingat, betapa pada hari-hari istimewa kebangsaan, Istana Merdeka menghelat acara kebudayaan yang kontennya menggugah masyarakat untuk semakin mencintai kebudayaan Indonesia. Misalnya, pada Hari Batik Nasional, para selebritas dan para menteri memperagakan busana batik di halaman Istana. Pada upacara 17 Agustus Istana Merdeka menggelar musik dan pertunjukan di halaman luasnya. Dari yang klasik, tradisional sampai yang modern. Para seniman populer seperti Vidi Aldiano, Lyodra Ginting, Naura Ayu, Cakra Khan, Indra Bekti, Reza Rahadian, Putri Ariani sampai penyanyi cilik Farel Prayoga ditampilkan. Ribuan rakyat memasuki halaman istana untuk menonton pertunjukan.
Di tepian lapangan itu Jokowi juga pernah mengundang anak-anak sekolah pada acara Gemar Membaca, dalam rangka perayaan Hari Buku Nasional, 17 Mei. Pada kesempatan itu Jokowi membacakan dengan jenaka dongeng Lutung Kasarung. Ratusan anak dengan lesehan duduk riang mendengarkan.
Tidak hanya halaman istana saja yang dipakai untuk merayakan Indonesia Raya. Interior Istana Negara dan Istana Merdeka juga tak henti dirias dengan elemen-elemen visual. Ratusan lukisan dan patung dipajang dalam harmoni interior, dengan kesepadanan tema ruangan. Untuk penyelarasan itu Jokowi membentuk institusi yang khusus mengelola, melaksanakan dan mengawasi. Bahkan untuk pemeliharaan benda koleksi, Jokowi mendukung para pengelola mendirikan Ruang Konvervasi Benda Seni di kompleks Istana Negara. Tugasnya, memelihara, merestorasi dan menyembuhkan koleksi yang diketahui “sakit”. Setelah “sakitnya” disembuhkan, koleksi itu bisa dipajang kembali.
Perhatian Jokowi atas hasil budaya dan seni tak henti berlanjut. Untuk memberikan aksentuasi, ia kemudian memberikan masukan dan sekaligus ijin kepada para pengelola benda seni istana untuk memamerkan karya seni koleksi Istana Presiden kepada publik. Pameran itu pun terjadi.
Untuk memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 71, pada sepanjang Agustus 2016 Istana Kepresidenan memamerkan puluhan lukisan koleksi Istana Presiden Republik Indonesia. Lalu, jadilah pameran koleksi istana di ruang publik. Pameran yang berjuluk “17:71 – Goresan Juang Kemerdekaan” ini digarap keroyokan oleh Istana Kepresidenan, Kementerian Sekretariat Negara, Badan Ekonomi Kreatif, Direktorat Jenderal Kebudayaan, dengan dukungan Mandiri Art sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility Bank Mandiri.
Oleh karena koleksi benda seni istana begitu banyak, maka pada sepanjang Agustus tahun 2017, pameran semacam diadakan lagi dengan menghadirkan koleksi yang lain, dalam juluk “Senandung Ibu Pertiwi”. Pagelaran itu berlanjut lagi tahun 2018, juga sepanjang Agustus, dalam juluk “Indonesia Semangat Dunia”. Di sini lukisan patung para seniman Indonesia dan dunia ditampilkan bersama-sama. Dibikin bersemangat internasional, karena pameran ini juga untuk menyambut Asian Games 2018, yang digelar di Jakarta dan Palembang.
Suguhan membahagiakan ini semua berawal dari kedekatan Presiden Jokowi dengan banyak karya seni di Istana Bogor, tempat ia bermukim. Setiap dinding Istana Bogor memang dihiasi lukisan beraneka tema dan era. Ketertarikan ini berlanjut ketika Presiden menyaksikan ratusan karya lain di Istana Kepresidenan di Jakarta, Yogyakarta, Cipanas dan Tampaksiring. Presiden pun bermakna kata, “Rakyat harus tahu ini.” Ia lalu membawa apa yang dilihat kepada para pengelola benda seni yang berkantor di Istana Negara.
Kita tahu, Jokowi remaja menempuh pendidikan di SMA Negeri 6 Surakarta. Di sekolah ini Jokowi tidak bergabung dengan perkumpulan seni apa pun. Jokowi lantas kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Fakultas Kehutanan, dan lulus tahun 1985. Di kampus Jokowi juga tidak dikenal bergelut dengan dunia kesenian, selain dunia kehutanan. Setelah lulus kuliah ia mendirikan perusahaan mebel kayu.
Namun demikian sebagai anak muda ia memiliki selera seni. Dan seni yang ia pilih adalah musik heavy metal, khas anak muda seusianya. Dari pintu musik grup Metallica ia mengenal dan mengapresiasi seni apa pun. Apalagi ketika ia menjadi walikota Solo, yang dikenal sebagai negeri kebudayaan dan kesenian. Dan ihwal apresiasi itu semakin berkembang ketika ia menjadi Gubernur DKI Jakarta, kota besar yang menyimpan kebudayaan dan kesenian yang kompleks dan menghimpun kesenian nan lengkap, yang datang dari segala penjuru Indonesia.
Pengetahuan ihwal kompleksitas kebudayaan dan kesenian itu dibawa ke istana selama masa 10 tahun ia menjadi presiden. Sehingga Istana Jakarta pun memperoleh peluang untuk memajang semua jenis dan tema karya seni visual, yang dicipta oleh seniman Indonesia dan seniman mancanegara.
Yang menarik, sebulan sebelum mengakhiri jabatan sebagai presiden, Jokowi mempersilakan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk merombak interior dan elemen interior Istana Jakarta. Sehingga pengelola istana pun mengerahkan para ahli untuk melakukan perombakan itu, sesuai dengan selera Prabowo yang “kenceng”, nasionalistik, bernuansa angkatan perang yang heroik.
Dalam sejarah Istana Kepresidenan, baru sekarang ada presiden yang belum juga keluar dari istana, sudah mempersilakan presiden penggantinya membongkar interior istana yang masih ditempatinya.
***
*Agus Dermawan T. Narasumber Ahli Koleksi Benda Seni Istana Presiden RI, sejak tahun 2000.