Puisi-Puisi Sosiawan Leak
ISYARAT GAGAK
jangan biarkan aku hinggap di wuwungan rumah
apalagi berkaok panjang bernada gelisah
isyarat bagi gundah dan susah
bangkit dari alam kelam.
tanpa mata tanpa telinga
gerombolan tak berjiwa itu
selalu siaga menyergap hidupmu tanpa ragu
mencabik-cabik garis nasib
bahkan menyebar maut kepada sanak saudaramu
cegah aku bertengger di barat daya,
barat laut, dan utara
sebab kaokku bakal membangunkan hantu gentayangan
mengundang jin, iblis, peri kayangan
para pembisik, tukang kasak-kusuk,
dan penebar silang sengketa yang tiada guna
menoreh luka hati
sebab telah terbeset-beset kehormatan
tak perlu kalut
bila teriakku bergema dari timur laut
tak usah penat
jika kaudengar dari timur dan barat
sebab saudara jauh hendak mendekat
manusia utama, kaum pinunjul, dan ahli agama
akan datang bertandang
jika aku berdendang dari barat cuma, bergembiralah
karena bakal ada yang menikah
begitu pun dari tenggara
pertanda sembarang pekerjaan ada hasilnya
jangan kauminta aku bersuara dari selatan
sangat sulit kulakukan
di samping rumit kuterangkan
: sebab bagaimana bisa
rejeki datang dengan sendirinya?
solo, september 2016
Keterangan:
– pinunjul dari kata punjul (bahasa Jawa): berkemampuan lebih
* Terinspirasi dari Serat Centhini, Dwi Lingua, Buku Pertama, Pupuh Dhandhanggula, bait 16-22, Penerbit Buku Wiwara, 2011.
LELUHUR TAMU
dubois bilang nenek moyang kita homo erectus
selain pithecantropus
: manusia kera yang berjalan tegak
tapi geldern menolak
sebab ia lebih terkesan kepada para pendatang
orang-orang berperahu cadik dari yunan
nyatanya tak ada pribumi sejati di sini
homo erectus, sebagaimana melanesia
sama-sama tamu di nusantara
mereka bermigrasi dari afrika
saat zaman es menyambung para daratan
juga seusainya, kala sino-tibetan dan dravidian
serta etnik semitic berdatangan
atas nama perdagangan
semua pengunjung cuma!
dalam mitologi jawa
brahma yang bertahta di gunung mahera
dipercaya sebagai leluhur raja-raja
keturunan adam yang berasal dari surga
sebab:
adam berputra syits
syits berputra hyang nur cahya
hyang nur cahya berputra hyang nur rasa
hyang nur rasa berputra hyang wenang
hyang wenang berputra hyang tunggal
hyang tunggal berputra batara guru
batara guru berputra brahma
brahma sejatinya tamu juga!
dalam mitologi india
ajisakalah nenek moyang suku jawa
tapi ia hanya pengembara
tiba di sweta dwipa bersama pengikutnya
ketika gugusan nusantara
masih manunggal dengan asia dan australia,
lalu saat air laut pasang dahsyat menggenang
terpisah jadi keping-keping kepulauan
kitab hindu kuna menoreh bukti
pada 450 tahun sebelum masehi
penguasa astina mengirim ekspedisi
demi menjelajahi pulau yang tak berpenghuni.
jawa berupa rimba bernama nusa kendang
kebak makhluk ganjil tanpa peradaban
keblak, banaspati, gandarwa, glundung pringis, dan tetekan.
bersekutu dengan ganas binatang
mereka menolak para pendatang!
memangsa, menebar sengsara, menyebar ajal
hingga yang tersisa terbirit ke negeri asal.
500 tahun berselang
brahmani wati, penguasa berikutnya
kembali mencoba menaklukkan bumi jawa
melayarkan para kapal penuh warga desa
guna membabat hutan
membuka lahan sampai ke pedalaman
hingga seketurunan ditahbiskan sebagai cikal bakal pajajaran
sebab para gandarwa tak lagi mengobarkan perlawanan
surat kuna keraton malang bersaksi
asal-usul suku jawa dari wilayah turki
kala raja rum pada 4,5 abad sebelum masehi
mengirim warga untuk menduduki
pulau kekuasaannya yang belum berpenghuni
namun karena terhalang binatang buas
serta aneka derita dan naas
mereka kembali ke negerinya
dengan tangan hampa.
3,5 abad sebelum masehi
raja kembali mengirim warga untuk yang kedua kali
dikuati 20 ribu wanita dan 20 ribu laki-laki koromandel
pimpinan aji keler
mereka menjumpa nusa kendang berselimut rimba rindang
dataran tinggi dengan aneka satwa
dilimpahi bahan pangan alami
dirimbuni subur tanaman jawi
mungkinkah mereka leluhur kita nan murni?
babad jawa kuna juga bercerita
tentang pangeran kling yang terlempar dari tahta
hingga melenting ke pulau tak bernama
membuka area,
membangun pemukiman malih javacekwara,
bersama keturunannya ia dipercaya
sebagai nenek moyang bangsa jawa
nyatanya, sejak abad belum bertanda
tak ada pribumi asli tinggal di jawa
malah ada leluhur suku lingga
juga kasi dan kusana
siam, arab serta campa
bahkan ada masanya
keturunan cina dan india paling berdaya
maka, senyatanya
tak ada pribumi asli di bumi ini
tak ada yang berhak mendaku tuan rumah di sini
tak ada yang berstatus istimewa
selain sebagai tamu rendah hati
yang mesti menjaga tlatah ciptaan ilahi,
sebagai pendatang
yang wajib melestarikan kehidupan,
melaras kerukunan
seharmoni bhinneka tunggal ika!
solo, 25 maret 2021
Keterangan:
– kebak (bahasa Jawa): penuh
– tlatah (bahasa Jawa): wilayah
BANYU PANGURIPAN
– sunan kudus
njeng sunan, njeng sunan
ajari kami mengaji
banyu panguripan yang ndika wariskan
seperti bimasuci berjuang mencari
sangkan paraning dumadi
demi manunggaling kawula gusti
dulu
bagi dulur-dulur hindu
ndika serupa titisan wisnu
menghormati lembu
mencegah santri mengganggu hewan itu
atas nama darma
warga dilarang menyembelihnya!
sebab darma raksati raksitah
maka lunas sudah kisah bocah
terbebas dari bencana dahaga
karena susu sang sapi betina
memancarkan makna kehidupan
menderaskan ayat-ayat keilahian
tentang siratalmustakim
dan tuntunan bagi yang yakin
alif laam miiim…
(njeng sunan
apakah susu para lembu
adalah banyu panguripan itu?)
njeng sunan, njeng sunan
ajari kami mengeja
banyu panguripan yang ndika amanatkan
serupa werkudara mendedah tikbrasara
di gunung reksamuka
digulung-gulung kayu gung susuhing angin
diterkam, dicacah, dikemah-kemah si anyir bacin
rukmuka dan rukmakala
tempat bersemayam nafsu kamukten dan kamulyan
dahulu kala
bagi para kadang budha
ndika bijak laksana sidharta
merumat asta sanghika marga di padasan
tempat pancuran memercikkan kesucian
membasuh telapak tangan,
mulut, hidung, wajah, hingga lengan
membasahi rambut, telinga serta kaki jemaah
yang menadah hikmah
jalan berlipat delapan
tentang pengetahuan yang benar,
keputusan yang benar, perkataan yang benar
agar bertindak, bekerja, dan hidup dengan benar
sebab ibadah dan agama diresapi secara benar
(njeng sunan
apakah air wudhu
adalah banyu panguripan itu?)
njeng sunan, njeng sunan
ajari kami menimba makna
banyu panguripan yang ndika isyaratkan
bagai bratasena memburu
tirta pawitra ing samudra minangkalbu
(meski dihadang kejahatan menyaru naga raksasa)
hingga menyelami samudra diri
dari kuping dewaruci
telah ndika dekap saudara penghayat tirakat purba
pemuja cikal bakal sang mbahureksa
penyaji caos dahar bagi para danyang
yang mukim di bebatuan, pohonan rindang,
tempuran kali, dan perempatan
telah ndika gandeng dulur kejawen
yang mengabdi kepada sesajen
beralih doa ke haribaan sang rahman
sambil merumat sesaji
menjadi berkat yang dibagi-bagi
slametan dan mitoni ndika restui
untuk membabar riwayat para nabi
meneladan perjuangan yusuf dan maryam
sambil ngalap berkah ketampanan dan kecantikan
bagi ponang sang jabang bayi
(njeng sunan
apakah air hajatan dan jamasan
adalah banyu panguripan?)
njeng sunan, njeng sunan
njeng sunan, njeng sunan
kini zaman kian sungsang
baik-buruk, benar-salah, hina-mulia
saling bertukar rupa
akal dangkal, hati mati, musnah nurani
kedengkian membakar jiwa
kekerasan mendidihkan raga
dulur, sanak, kadang, dan saudara
yang berbeda keyakinan, pengetahuan, dan garis keturunan
cuma menjelma lawan di palagan kehidupan
barangkali karena kami gagal mencari
intisari dan kesejatian
banyu panguripan
kudus, 24 maret 2019
Keterangan:
– njeng: dari kata kanjeng
– banyu panguripan (bahasa Jawa): air kehidupan
– ndika (bahasa Jawa): anda
– sangkan paraning dumadi (bahasa Jawa): asal dan tujuan ciptaan
– raksati raksitah (bahasa Sansekerta): yang melindungi dan menyelamatkan
– alif laam miiim: huruf-huruf Arab
– kayu gung susuhing angin (bahasa Jawa): pohon besar tempat angin bersarang
– dikemah-kemah (bahasa Jawa): dikunyah-kunyah
– kamukten dari kata mukti (bahasa Jawa): sukses
– kamulyan dari kata mulya (bahasa Jawa): mulia
– kadang (bahasa Jawa): saudara
– asta sanghika marga (bahasa Sansekerta): jalan berlipat delapan dalam agama Budha
– tirta pawitra ing samudra minangkalbu (bahasa Jawa): air suci di tengah kedalaman samudra
– mbahureksa dari kata bahureksa (bahasa Jawa): penguasa alam gaib menurut kepercayaan Jawa
– caos (bahasa Jawa): menyajikan
– slametan (bahasa Jawa): upacara selamatan
– mitoni (bahasa Jawa): selamatan saat kandungan pertama berusia 7 bulan
– ngalap (bahasa Jawa): mengharap
– ponang (bahasa Jawa): kata pemanis
– jamasan dari kata jamas (bahasa Jawa): mengeramasi, memandikan, membersihkan dengan air
*3 puisi di atas bagian dari isi buku kumpulan puisi “Gus Bicaralah! karya Sosiawan Leak yang diterbitkan oleh Buana Grafika, Agustus 2021.
*Sosiawan leak aktif menulis puisi, esai, dan naskah lakon, selain menjadi aktor dan sutradara teater. Menerima berbagai penghargaan untuk puisi dan buku puisinya, antara lain, buku puisi “Sajak Hoax” sebagai Buku Puisi Pilihan dari Yayasan Hari Puisi Indonesia (2018) dan buku Puisi Terbaik dari Perpustakaan Nasional (2019). Memperoleh penghargaan sebagai Tokoh Bahasa dan Sastra dari Balai Bahasa Jawa Tengah (2017). Telah melakukan pembacaan puisi di berbagai forum baik di dalam maupun di luar negeri, diantaranya Poetry on The Road di Bremen (2003), poetry reading di Univ. Hamburg (2003 dan 2011), poetry reading di Univ. Hankuk dan Korea Broadcasting System di Seoul serta Hwarang Park 667 di Ansan City (2012), program apresiasi sastra Indonesia-Jerman di Indonesa bersama Martin Janskowski dan Berthold Damhauser (2006-2010), Jakarta-Berlin Arts Festival di Berlin (2011), Borobudur Writers and Cultural Festival (2016), dll. Bukunya yang telah terbit, antara lain “Wathathitha” (Elmatera, 2016), “Anai-anai Digelap Badai” (Yayasan Sheep Indonesia, 2015), dan “Kata Tidak Sekadar Melawan” (Intrans Publishing, 2017), Gus Bicaralah! (Buana Grafika 2021). Ia juga menulis lakon, bermain monolog, disamping menyutradari beragam pementasan kolosal di Surakarta dan kota-kota lainnya. Sejak 2013 menjadi koordinator nasional Gerakan Puisi Menolak Korupsi.