Sajak-Sajak Wayan Jengki Sunarta
Negeri Asing
setelah lelah mengembara
menjelajah berbagai tubuh
berpusar dalam arus waktu
aku pun tiba di negeri asing
negeri asing itu tidaklah jauh
ia sungguh dekat dan lekat
seperti bayangan dan tubuh
di negeri asing itu aku seperti gasing
terus berputar
membiarkan waktu menjadi liar
aku dan diriku yang lain
berkali-kali bertemu di negeri asing itu
namun kami tidak saling menyapa
ada batas tipis yang telah lama jadi rahasia
yang selalu ingin disingkap para pengembara
negeri asing dalam diriku
mekar seperti bunga matahari
menuntunku menyusuri
kelahiran dan kematian
tiada awal tiada akhir
2020
Klenteng Sam Poo Kong
di depan patungmu, Cheng Ho, kutafakur
menyusuri kisah masa lampau
betapa lautan adalah denyut jantungmu
dan pelayaran menjadi aliran nadimu
di pesisir yang teduh ini kau berlabuh
demi merawat Ong Keng Hong, juru mudi yang sekarat
kau telah menjaganya sepenuh kasih
kau merasa tanah Jawa seolah kampung halaman
namun pelayaran mesti dilanjutkan
sebagai keturunan marga Ong
aku menghaturkan sembah bakti
betapa lautan selalu mengalirkan ketulusan
dan pelayaran menjadi saudara
bagi yang merindukan kesejatian diri
di antara bangunan merah dan lampion-lampion temaram
di klenteng tua ini sepasang barongsai menari
mengenang dirimu
yang telah menjelma lautan dalam diriku
2020
Gemuruh Laut
laut itu selalu gemuruh dalam jiwamu
ketika malam makin kelam
dan angin mengantar lirih suaramu
mengalir ke dalam nadiku
mungkin suatu waktu
gemuruh laut itu
pernah menyapa jiwaku
ketika mimpi hampir usai
melipur malam-malam penuh igau
dulu di tepi pantai itu kau menunggu
perahu yang tak kunjung tiba
nanar kau menghitung kepak camar
yang menubrukkan dirinya
di tembok menara mercusuar
sejak itu gemuruh laut menjadi lagu pilu
yang setia menemani malam kelammu
dan mengusik mimpi penuh igauku
2020
Gapura 45
kumasuki gapura empat lima
menuntun cinta yang purba
rasa haru membuncah dalam jiwaku
mungkin kau menungguku di situ
sejak dahulu
memahami undakan tangga
di mana setiap jejak
menyimpan maknanya sendiri
kumasuki gapura empat lima
betapa jalan masih terbuka
untuk kutempuh
dengan pijakan demi pijakan
aku belum ingin berhenti
masih banyak kawasan
yang mesti kujelajahi
sembari menghitung detak jantung
dan kenang demi kenang
perjalanan
22 Juni 2020
Cahaya Malam
cahaya malam memberkati
sepasang payudara mungilmu
aku terkenang kampung halaman,
taman firdaus itu
kau mengasihi seekor ular
yang beribu tahun melingkar
dalam jiwaku
kini betapa fana aku
ingin kuhisap saripati kehidupan
dari kelopak bunga teratai
yang merekah dalam tubuhmu
malam bercahaya keemasan.
aku mabuk dalam pelukan
kasih Semesta
2019/2020
Sepasang Jiwa Tua
kita sepasang jiwa tua
dipertemukan langit senja
ketika aroma bunga kenanga
menguar dari rambutmu terurai
ya, kita sepasang jiwa tua
yang lelah mengembara
dalam lingkaran kelahiran
yang diberkati semesta
berkali-kali kita terlunta
terjebak dalam kubangan cinta
jalan mana lagi mesti
kita lalui?
sepasang jiwa tua menyepi
dari riuh dusta manusia
merenungi hari-hari
yang berkelindan dalam diri
2020
Segala yang Fana Mekar Serupa Embun
kupinjam paruh burung hantu
kunyanyikan lagu duka
bagi mereka yang terjaga
di antara embun dan kelopak bunga
musim hujan belum jua tiba
aroma kamboja dari halaman
menyelinap ke dalam kamarku
mengabarkan duka demi duka
yang mendera semesta kita
apakah kau masih berada di sana
di negeri tak bernama itu
menjenguk masa lampau
yang selalu menujum kelahiranmu
segala yang fana
mekar serupa embun
merasuki mimpi kita
2019
*Wayan Jengki Sunarta lahir di Denpasar, 22 Juni 1975. Menulis sejak remaja dan dimuat di berbagai media massa, seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Jawa Post, Pikiran Rakyat, Bali Post, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal Cerpen Indonesia, Majalah Sastra Horison, Majalah Gong, Majalah Visual Arts, Majalah Arti. Buku-bukunya yang telah terbit: Cakra Punarbhawa (2005), Purnama di Atas Pura (2005), Pada Lingkar Putingmu (2005), Impian Usai (2007), Malam Cinta (2007), Pekarangan Tubuhku (2010), Perempuan Yang Mengawini Keris (2011), Magening (2015), Montase (2016), Senandung Sabang (2017), Petualang Sabang (2018), Amor Fati (2019), Solilokui (2020). Dia menerima anugerah Widya Pataka (2007) dan Bali Jani Nugraha (2020) dari Pemerintah Provinsi Bali. Kini, dia bergiat di Jatijagat Kampung Puisi.