Puisi-Puisi Yogira Yogaswara

SAMADI DENGAN SEBIJI KOLANG-KALING

sebiji kolang-kaling
kukulum pelan sebagai samadi ucap.
lembut tak selalu melulu manis,
adakalanya rasa tawar adalah kenikmatan
ketika lampu mati, hilang duniawi.
aku ingat bonang
yang mengajari said dengan tongkat keikhlasan.
dari pohon aren, aku belajar
bahwa manisnya hidup
tidaklah memilah keindahan dengan jalan terang,
kehinaan dengan jalan gelap.
terkadang lidah, mata, telinga saling menipu
ketika hati terjungkal jatuh lilitan pikiran.

sebiji kolang-kaling
kugigit, lalu kutelan pelan.
adakalanya rasa tawar adalah keteduhan
kala tubuh tak perlu kata-kata lagi
untuk menjelaskan isi perut,
yang tak perlu lagi dicecap,
tapi dicerna sebagai sampah
yang kelak menghumus di ruang samadi yang lain lagi.

Indonesia, 2020/2021

 

TUBUH TERKURAS KATA

(apologia si kurus)

tubuh terkuras kata,
celong mata telur gosong,
aku terculik waktu ke ruang kosong.
setiap puisi yang kutulis selalu abu di kelok buntu.
resah? ia anjing lapar pada daging,
benci tulang di medan pertempuran.
aksara mati lalu hidup lagi
serupa serdadu zombie pencandu fiksi.

kupersembahkan darah untuk kata-kata liar,
vokal-konsonan nakal, juga metafora
yang malas dan demam di sinyal otak terdalam.

mulut sering saing berebut peran,
apakah sebagai pelagu sajak ataukah pereguk air,
pengunyah nasi, juga mungkin penyeru keadilan.

jika kata-kata sunyi morfin memabukan,
sedari dulu dunia berantakan:
pesawat tempur diparkir di rumah sakit,
pasien salah resep,
kebun binatang tanpa kandang,
negeri tanpa undang-undang,
hutan kota jadi pembuangan sampah,
pertanian salah pupuk,
makan-minuman gampang busuk,
dan semua bangsa kehilangan cinta.

andai raga tanpa kata masih makna menurut mereka,
aku kian kurus sakit nurani,
perlu asupan puisi,
otot hidup yang abadi.

Indonesia, 2020

 

EPISENTRUM HITAM

biru langit jakarta mewartakan virus corona.
di senayan, gedung itu seperti pesawat alien
yang simpan segunduk pandemi.
diam-diam, mereka ke luar menyelamatkan kota,
bermasker putih menyantuni orang-orang jelata,
yang tersilet malapetaka.

tapi itu cuma mimpi,
ya mimpi mereka selagi tiduran di gedung itu.
di dalamnya, gemerincing uang membangunkan mereka,
memancing mereka mengenakan lagi masker hitam,
demi menyusun rancangan undang-undang
yang menggelapkan rasa kemanusiaan.
puah!

Indonesia, Tahun Corona 2020/2021

 

MUDIK INGIN PULANG KAMPUNG

namanya mudik bin syahroni, warga betawi asli,
harusnya pulang kampung sebulan sekali
demi melepas rindu dengan anak dan istri.
tapi kali ini mudik terlunta di yogyakarta.
corona merusak kepulangannya,
menyedot sisa gajinya,
mengosongkan hotel tempat kerjanya.
PHK bikin gue terluka!” batin mudik, menahan tangis.

orang lain ingin mudik,
justru mudik ingin pulang kampung.
tapi mudik bingung, akankah jakarta menerimanya
dengan todongan demam atau mati bersama anak dan istri?

tuhan, tetapkanlah pulang kampungku yang terbaik
dari jalan yang terburuk.”
bisik mudik, di malioboro, dinihari”.

Indonesia, Tahun Corona, 2020/2021

 

KAMPUNG NAGA

melewati 400 anak tangga
terlihat utuh wajahmu:
ada sawah, hutan suci,
ada sungai, gunung cikuray,
menyerahkan amanah pada langit,
menjagai akar muakar syukur
dari tipu daya lampu listrik, radio dan tv.

atap ijuk memayung saung bilik.
rumah-rumah penuh petuah putih
dengan penyangga gundukan batu
yang agung mencium tanah leluhur.

kampung naga, ajari aku bahagia
sebagaimana lesung menampung padi
ditumbuk perempuan senja nan mulia.
duduk di selasar beralas tikar,
kucium harum kemenyan,
kudengar jampi-jampi melagu pelan.
tiada lumut aniaya keyakinan.
kata-kata kuat karuhun sunda kau sulam di hati terdalam.
sungguh, tirakatmu alamat tuhan demi masa dan semesta.

Indonesia, 2019

 

*Yogira Yogaswara  (Yogi Rudiat Yogaswara), kelahiran Desa Ciwidey, Kabupaten Bandung, 19 Maret 1973. Puisi- puisinya termuat dalam antologi bersama, di antaranya: Bandung dalam Puisi (Yayasan Jendela Seni Bandung, 2001); Karena Aku Tak Lahir dari Batu: 100 Puisi Ibu Se-Indonesia (Sastra Welang Publisher, Bali, 2011); Narasi Tembuni: Kumpulan Puisi Terbaik KSI Award 2012 (Komunitas Sastra Indonesia, 2012); Poetry Poetry from 226 Indonesian Poets: Flows into the Sink into the Gutter: Antologi Puisi Bilingual: Indonesia & Inggris (Shell, 2012); Dari Negeri Poci 4: Negeri Abal-abal (KosaKataKita Penerbit/Komunitas Radja Ketjil, 2013), Puisi Menolak Korupsi (2013), Indonesia dalam Titik 13: Temu Penyair Lintas Daerah, 2013); Dari Negeri Poci 5: Negeri Langit (KosaKataKita Penerbit/Komunitas Radja Ketjil, 2014); Sang Peneroka (Penerbit Gambang, 2014); Dari Negeri Poci 6: Negeri Awan (KosaKataKita Penerbit/Komunitas Radja Ketjil, 2017); Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019 (2019). Di kampung halamannya, Ciwidey, penulis memberdayakan warga desa melalui Yayasan Peduli Desa Berkarya (pedulidesa.com) dan sanggar literasi desa, Panceg Pustaka, Desa Panyocokan Ciwidey.