Puisi-puisi Isnadi

Detak Pagi

Setiap bangun pagi
Aku tahu kematianku
berlangsung tiap hari

Dalam tidur tak ada yang kuingat
Tubuh dan nafas juga tak kumiliki
Tubuhku terbaring
Tanpa nama

Seonggok kerangka
Tulang belulang yang tak tahu nasibnya

Ia tak tahu telanjang atau berpakaian
Tak mengenal sesiapa
Juga istri, anak, saudara dan tetangga

Ia tak tahu nama nama hari
Waktu membisu
Jejak kaki dan agenda
terhapus di ranjang tanpa rupa

Benda benda tiada
Warna dan cahaya padam

 

Bismillah Pagi

Bismillah pagi
dunia menyala lagi, berantakan

Di teras, kejap mimpi manusia
Terapung apung dalam cangkir kopi

Aku mencoba berjalan ke belakang
Berbekal ingatan patah

Buku buku catatan tintanya mengering
Seperti daun terkapar

Kemarin cuma samar
Dulu juga pudar
Masa lalu ambyar

Bismillah, kucecap segala kepahitan itu
Kopi dengan asma Mu menggugahku memakai sepatu
Menapaki jalan waktu

 

Tuhan Maha Bahasa

Tuhan Engkaulah maha bahasa
Mengenal segala yg tak bernama

Lewat aplikasi dan emoticon itu
ijinkan aku memujimu

Dekaman algoritma duka atau tawa dunia
Sudah terekam

Tapi perasaan tak dikenal
terus berkelindan mencarimu

Baterai hpku sudah drop
Tapi kedipan menujumu tak mau off

Kau pasti hanya tertawa kecil
Membaca lelucon ini

Sandimu tak bisa tertebak
Dan semestaku pun tak bisa mengelak

 

Sembahyang

Sembahyangku hanya pikiran, selebihnya cuma gerak badan
Di radio kudengar serangkaian keutamaan sembahyang: basuhan air wudhu menjaga badan dan tubuh dari penyakit dan kotoran. Radio itu seperti khotbah yang telah mempermak penampilan, ia tinggalkan masjid mushola dan mimbar pengajian
tak ada lagi kata surga, neraka, pahala tapi tubuh molek yang dipajang di etalase berusaha menghindari resep dokter dan obat penenang

Mungkin tuhan juga sudah dimasukkan tablet yang mesti diminum agar tetap tenang
Sembahyangku ada di fikiran dan sendiri adalah masjid paling agung yang dibangun dengan pilar pilar kebisingan pengeras suara menanggalkan baju sepi yang menggantung di sunyi gua hira

Bila aku hendak ke masjid sungguh kalianlah yang menggelar sajadah di pikiranku dan tubuhku mengecil karena serangkaian ketaksempurnaan, bacaan bacaan tak panjang dan sujud dan dudukku masuk dalam tikaman yang kau batinkan tuhan menjadi urusan panjang pendek tekuk lutut dan gerakan tangan dan matamu serupa kameta cctv di segala ruang

Betapa kau sulit, ribet dan penuntut. Dan aku begitu keras untuk ditundukkan
sembahyangku pikiran yang dihantui tuhan tuhan yang kau dengungkan sementara tuhanku sendiri begitu sulit ditemukan

Muhammad, bagaimana kau membaca Ibrahim, tinggi besar perawakan dan sholat yang mesti ditegakkan
Muhammad, bagaimana kau melekatkan sembahyang pada tubuh tubuh yang ringkih di jalan jalan
Sungguh, ingin kudirikan sunyi gua hira di tengah kebisingan untuk menghalau pikiranku yang gaduh

 

*Isnadi adalah novelis dan penerjemah. Puisi diterbitkan di erakini.id, litera.co.id, titian.id, Penakota dan sejumlah media lain. Buku kumpulan puisi  Risalah Tubuh di Ladang Kemarau (2019), Tarian Laut (2021), Luka Manakara (2022). Menerjemahkan novel Sula karya Toni Morison (Majalah Kidung), Galilo and The Magic Number karya Sidney Rosen,  Alice Adventures Underground karya Lewis Carrol. Buku Terjemahan Petualangan Alice di Negeri Ajaib dan di Dunia Cermin diterbitkan Penerbit Kakatua Yogyakarta tahun 2020 dan 2022. Sehari hari bekerja sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember