Mantra Asmak Sunge Rajeh (ASR) dalam Perspektif Ontologi Josiah Royce

Oleh Muhammad Wildan

Saya mendapatkan asmak (doa mantra dalam tradisi ilmu hikmah) ini secara lisan dari seorang ningrat Cirebon berinisial JR di tahun 2009. Sanad keilmuan ASR yang saya dapat yaitu Kyai Damanhuri, sd Syekh Buju Tumpeng yang mukim di Batu Ampar Madura.

Salah satu syarat saat transmisi mantranya: Tidak boleh dicatat dalam notes dan harus diingat oleh murid saat seorang guru melafalkannya dalam satu tradisi ritual unik yang bernama “Ijazahan“.

Salah satunya memasukkan jari telunjuk tangan ke segelas air garam.

Dengan sisa daya ingat saya di usia 40 an kala itu, Alhamdulillah saya masih mengingatnya sampai saat ini.

ASR ini ilmu hikmah legendaris yang menyebar di Madura dan Cirebon serta kawasan tapal kuda di Jawa Timur. Dengan sumber pengijazah ASR awal yang sama yaitu Khidir Balya Bin Malkan, nabinya para wali, yang disampaikan dari mulut ke mulut.

Pengamal ASR ini, dipercaya memiliki banyak kelebihan baik fisik seperti kebal bacok celurit sampai silet hingga kebal tembakan pistol. Rezeki lancar, mahabbah tingkat tinggi yang berefek pengamalnya punya banyak sahabat,  serta pangkat derajat tinggi di masyarakat.

Pelatihan ASR. (Foto: Penulis)

Salah satu pantangan bagi pengamalnya adalah dilarang melakukan “molimo”: main (berjudi), madat (candu) madon (memainkan perempuan), maling (mencuri) dan ngombe (mabuk-mabukan). Konon apabila pantangan ini dilanggar akan berakibat fatal. Seperti jari-jari tangan atau anggota tubuh lain akan putus satu persatu.

Pantangan lainnya adalah tidak memegang kemaluan dengan tangan kanan.

Pembersihan diri sebelum ijazahan. (Foto: Penulis)

Nilai Mistik

Mantra dalam tradisi spiritual Nusantara sering kali memiliki makna yang kompleks, tidak hanya dari sisi metafisik tetapi juga ontologis. Salah satu tradisi yang dikenal kaya dengan nilai mistis dan spiritual adalah Asmak Sunge Rajeh (ASR). 

Kita akan membahas dua mantra utama ASR, yaitu ASR Utara dan ASR Selatan, dengan mengkaji kedalaman ontologinya melalui sudut pandang filsafat Josiah Royce(1855-1916) seorang filsuf idealisme absolut yang mengutamakan konsep kesetiaan, komunitas, dan pengalaman kolektif.

Mantra ASR: Antara Simbolisme dan Realitas Spiritual

Mantra ASR terdiri atas dua versi:

1. ASR Utara:

Inna Quwwatih Nakaban Natah Kitaban Natah 

Diamalkan 313 x selama 7 hari.

2. ASR Selatan:

Innaka Quwwata Katabal Quwwatah Kitabal Quwwatih, Innaka Quwwata Kataban Natah Kitaban Natah, Innaki Quwwatih Katabun Natah Kitabun Natah, Innaka Sahabatika Sohibika.

Diamalkan 13 x selama 7 hari.

Kedua mantra ini memiliki struktur repetitif yang memancarkan kekuatan afirmatif dan mengandung konsep “Quwwatih” (kekuatan), “Kataban” (catatan/kitab), serta “Sahabatika” (persahabatan). 

Dalam pandangan ontologis Josiah Royce, setiap elemen ini dapat dilihat sebagai simbol dari realitas yang lebih besar, menghubungkan individu dengan komunitas spiritual dan realitas absolut.

1. Ontologi Mantra ASR: Relasi Individu dengan Kehendak Absolut

Josiah Royce berpendapat bahwa realitas adalah pengalaman totalitas yang mencakup semua hal, baik yang terlihat maupun yang transendental. Dalam mantra ASR, frase “Inna Quwwatih” (Sesungguhnya kekuatanku) menunjukkan pengakuan akan sumber kekuatan yang tidak hanya bersifat personal tetapi juga berasal dari dimensi absolut.

Menurut Royce, mantra berfungsi sebagai medium ontologis yang menghubungkan individu dengan kehendak absolut, yaitu Tuhan atau sumber kekuatan utama. Kalimat-kalimat dalam mantra mencerminkan penyerahan diri kepada kekuatan ilahi dan pengakuan akan keberadaan hukum-hukum metafisik yang lebih tinggi.

2. Kesetiaan terhadap Tradisi Spiritual (Loyalty to Loyalty)

Konsep utama Royce adalah “loyalty to loyalty,” yaitu kesetiaan terhadap komitmen moral yang melibatkan komunitas dan tujuan yang lebih besar. Dalam praktik ASR, mantra ini bukan hanya milik individu tetapi juga bagian dari tradisi yang diwariskan melalui komunitas spiritual.

Misalnya, frasa “Kataban Natah” (kitab atau catatan kekuatan) dan “Sahabatika Sohibika” (sahabatku, teman spiritualku) mencerminkan hubungan antara praktisi, komunitas, dan tradisi leluhur. Melafalkan mantra ini berarti menghidupkan kembali hubungan dengan tradisi kolektif dan menjaga kesetiaan terhadap ajaran-ajaran spiritual yang telah diwariskan.

3. Mantra Sebagai Ekspresi Realitas Simbolik

Bagi Royce, simbol adalah cara manusia memahami dan mengalami realitas yang lebih besar. Mantra ASR, dengan pengulangan frase seperti “Inna Quwwatih” dan “Kataban Natah,” dapat dipahami sebagai simbol yang menghubungkan dunia empiris dengan dunia transendental.

Simbolisme dalam mantra ini membawa makna bahwa kekuatan (Quwwatih) bukan hanya bersifat fisik tetapi juga spiritual, yang tercatat dalam “kitab” atau aturan kosmis (Kataban). Dengan melafalkan mantra ini, seorang praktisi secara ontologis berpartisipasi dalam realitas simbolik yang mengandung kekuatan ilahi.

4. Meditasi Kolektif dan Kesadaran Spiritual

Josiah Royce memandang meditasi sebagai cara untuk mengakses kesadaran kolektif. Dalam praktik ASR, melafalkan mantra tidak hanya dilakukan untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk menciptakan harmoni spiritual dalam komunitas.

Frase seperti “Innaka Sahabatika Sohibika” menegaskan pentingnya hubungan antara individu dan komunitas spiritual. Ini menunjukkan bahwa mantra tidak hanya menjadi alat untuk mencapai kedamaian batin tetapi juga untuk memperkuat jaringan spiritual yang menghubungkan semua anggota komunitas.

Meditasi. (Foto: Penulis)

5. Mantra sebagai Jembatan Ontologis

Royce percaya bahwa realitas adalah jaringan hubungan yang saling terkait. Dalam konteks mantra ASR, setiap kata dalam mantra adalah bagian dari jaringan ontologis yang menghubungkan individu dengan Tuhan, tradisi, dan komunitas spiritual.

Misalnya, “Innaka Quwwata Kataban Natah” menggambarkan kekuatan yang tercatat dalam aturan kosmis, yang melibatkan tidak hanya praktisi tetapi juga elemen-elemen alam semesta yang lebih besar. Mantra ini menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia transendental, membantu individu menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari totalitas keberadaan.

Akhirnya….

Melalui perspektif ontologi Josiah Royce, mantra Asmak Sunge Rajeh dapat dipahami sebagai alat untuk menyelaraskan individu dengan realitas yang lebih besar. Mantra ini mencerminkan pengalaman kolektif, kesetiaan terhadap tradisi spiritual, dan hubungan individu dengan kehendak absolut.

Melafalkan mantra ASR bukan sekadar ritual verbal, melainkan tindakan ontologis yang membawa individu menuju pemahaman mendalam tentang dirinya, komunitasnya, dan hubungannya dengan kekuatan ilahi. Dengan demikian, mantra ASR menjadi manifestasi dari idealisme absolut Royce, di mana setiap elemen yang ada (being) saling terhubung dalam jaringan kosmis kehidupan yang harmonis dan mutlak.

Salam ASR!

*Muhammad Wildan, praktisi ASR.