Membongkar Kebohongan Eurosentrisme dalam Sejarah Renaissance dan Aufklärung Barat

 Oleh Gus Nas Jogja

Membongkar narasi eurosentrisme berarti mengakui bahwa kebangkitan Eropa tidak terjadi dalam kevakuman, melainkan dibangun di atas fondasi yang kaya dari peradaban lain, terutama peradaban Islam. Gagasan ini menantang pandangan konvensional yang sering mengabaikan atau meremehkan peran dunia non-Eropa.

Narasi Konvensional dan Kritik George Saliba

Narasi eurosentrisme, yang mendominasi historiografi Barat selama berabad-abad, menggambarkan Renaissance sebagai “kelahiran kembali” langsung dari pengetahuan Yunani dan Romawi kuno setelah “Zaman Kegelapan” di Eropa. Narasi ini menyiratkan bahwa kemajuan intelektual, ilmiah, dan artistik di Eropa adalah hasil dari genius internal yang murni dan terputus dari dunia luar.

Sejarawan sains seperti George Saliba secara tegas menolak pandangan ini.¹ Saliba berargumen bahwa banyak dari karya klasik Yunani, khususnya dalam bidang astronomi, matematika, dan kedokteran, tidak langsung ditransfer ke Eropa. Sebaliknya, karya-karya ini pertama kali diterjemahkan, dipelajari, dan disempurnakan oleh para sarjana Muslim selama “Zaman Keemasan Islam” (abad ke-8 hingga ke-13 M).

Saliba menunjukkan bahwa para ilmuwan Muslim tidak hanya menjadi “penjaga” pengetahuan kuno, tetapi juga inovator yang signifikan. Mereka memperbaiki kesalahan dalam karya-karya Yunani, mengembangkan metodologi baru, dan menciptakan penemuan-penemuan orisinal. Pengetahuan yang disempurnakan inilah yang kemudian ditransmisikan ke Eropa melalui pusat-pusat peradaban Islam seperti Al-Andalus (Spanyol Islam) dan Sisilia.²

Jejak Peradaban Islam dalam *Renaissance dan Aufklärung

Pengaruh peradaban Islam terhadap kebangkitan Eropa sangat nyata dalam berbagai bidang:

1. Ilmu Pengetahuan

A. Astronomi:
Nicolaus Copernicus, yang dianggap sebagai bapak revolusi ilmiah, menggunakan teknik matematika yang sangat mirip dengan yang dikembangkan oleh astronom Muslim seperti Nasir al-Din al-Tusi. Ini menunjukkan bahwa ide-ide Copernicus bukan hanya lahir dari gagasan Yunani kuno, tetapi juga dari tradisi astronomi Islam yang maju.³

B. Matematika:
Penggunaan angka Arab (Hindu-Arab) dan konsep aljabar (dari kata Arab al-jabr) menjadi dasar bagi matematika modern. Tanpa sistem yang efisien ini, kemajuan dalam ilmu fisika dan rekayasa di Eropa akan sulit terjadi.⁴

C. Kedokteran:
Karya-karya Ibnu Sina (Avicenna), terutama Canon of Medicine, dan Al-Razi (Rhazes) menjadi buku teks standar di universitas-universitas Eropa hingga abad ke-17. Ilmuwan Barat belajar dari diagnosis, metode klinis, dan pengetahuan farmasi yang dikembangkan oleh para dokter Muslim.⁵

2. Filsafat

Filsafat Yunani, terutama karya-karya Aristoteles, disintesis dengan pemikiran Islam oleh para filsuf seperti Ibnu Rusyd (Averroes). Komentar-komentar Ibnu Rusyd tentang Aristoteles diterjemahkan ke bahasa Latin dan sangat memengaruhi pemikiran para filsuf skolastik Eropa, seperti Thomas Aquinas. Ini memicu perdebatan penting tentang hubungan antara akal dan iman, yang menjadi ciri khas Aufklärung.⁶

3. Kebudayaan dan Teknologi

Berbagai inovasi dari dunia Islam, seperti kertas, sistem irigasi yang canggih, dan alkohol (dari kata al-kuhul), berperan penting dalam kemajuan teknis dan sosial di Eropa.⁷ Pusat-pusat penerjemahan di Toledo dan Cordoba menjadi jembatan utama untuk transfer pengetahuan ini.

Kesimpulan

Membongkar kebohongan eurosantrisme bukan berarti meniadakan pencapaian peradaban Barat, melainkan menempatkannya dalam konteks sejarah yang lebih jujur dan komprehensif. Renaissance dan Aufklärung bukanlah fenomena yang muncul secara tiba-tiba, melainkan kelanjutan dari akumulasi pengetahuan yang kompleks yang melibatkan kontribusi signifikan dari peradaban Islam dan lainnya. Dengan mengakui warisan bersama ini, kita dapat membangun pemahaman yang lebih akurat tentang bagaimana peradaban manusia saling berinteraksi dan memajukan satu sama lain.

—–

Catatan Kaki dan Rujukan Ilmiah

¹ Saliba, George. Islamic Science and the Making of the European Renaissance. MIT Press, 2007.

² Hill, Donald R. Islamic Science and Engineering. Edinburgh University Press, 1993.

³ Saliba, George. A History of Arabic Astronomy: Planetary Theories During the Golden Age of Islam. New York University Press, 1994.

⁴ Grant, Edward. “The Mathematical Bridge to the West: Transmission and Transformation of Arab Mathematics in Medieval Europe.” Historia Mathematica, Vol. 33, No. 2, 2006, pp. 192–215.

⁵ Siraisi, Nancy G. Medieval and Early Renaissance Medicine: An Introduction to Knowledge and Practice. University of Chicago Press, 1990.

⁶ Fakhry, Majid. A History of Islamic Philosophy. Columbia University Press, 2004.

⁷ Lyons, Jonathan. The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge and Gave Us the Renaissance. Bloomsbury, 2009.

—–

*Gus Nas Jogja, Budayawan.