Drama Berakhir dengan Diskusi
63 Esai Teater
Karya Wiratmo Soekito
Pengantar oleh Ignas Kleden dan Penutup oleh Afrizal Malna
Buku “Drama Berakhir dengan Diskusi” tebal 522 halaman + cover, daftar isi, pengantar penerbit (ketua DKJ Danton Sihombing), glosarium, catatan penyusun (Seno Gumira & Edy Susanto) & prolog Ignas Kleden=cix (59 hlm); diterbitkan oleh IKJ (IKJ Press) bekerja sama dengan DKJ (Komite Teater DKJ), cetakan pertama Desember 2020.
Penyusun & penyunting : Edy Susanto & Sena Gumira Ajidarma
Periset : Edy Susanto
Penyalin naskah : Edy Susanto & Trinanti Sulamit
Penyelaras bahasa : Trinanti Sulamit
Penulis prolog : Ignas Kleden
Penulis epilog : Afrizal Malna
Penulis biografi : Ardi Yunanto
Desain buku : Ardi Yunanto
Foto sampul : Adegan dalam pentas teater Raja Ubu karya Alfred Jarry oleh Teater Koma pada 1993 di Gedung Kesenian Jakarta
BUKU DRAMA BERAKHIR DENGAN DISKUSI
Judul buku diambil dari salah satu esai karya Wiratmo yang ada dalam buku, yang keseluruhannya berjumlah 63 esai. Pilihan judul ini bukan tanpa alasan, mengingat penekanan Wiratmo setiap pementasan teater berakhir, yang ditandai dengan turunnya tirai layar atau padamnya cahaya lampu; habis itu penonton bertepuk tangan, paham akan jalan dan alur ceritanya dan pulang ke rumah. Tetapi Wiratmo sangat berharap, tujuan publik teater tidak berhenti sampai di situ, tatkala usai menonton; melainkan bagi mereka, pertunjukan teater yang baru saja ditontonnya dapat menjadi bahan perenungan (diskusi, bahkan diskusi yang tidak selesai); sehingga bisa merangsang akal pikirannya, untuk terus mencari jalan keluar atau penyelesaian, berdasar tafsir pribadi lepas pribadi, yang pada gilirannya, mereka akan menjadi publik yang pintar, bahkan cerdas. Pengertian istilah “diskusi” kiranya terlalu sempit jika dimaknai, hanya sebatas sampai pada tahapan usai pertunjukan teater, maka sutradara, para pemain beserta seluruh kru teater berkumpul dengan penonton, lalu siap untuk berdiskusi di dalam ruang pertunjukan tersebut, terhadap apa yang telah ditontonnya itu. Jadi bukan itu sebetulnya pengertian “…..berakhir dengan diskusi” yang menjadi judul dari buku Wiratmo ini, atau dengan kata lain jangan ditafsir secara harafiah istilah tersebut.
Namun rupanya, istilah “diskusi” pada kalimat “Drama Berakhir dengan Diskusi” tersebut, sebetulnya meminjam istilah yang diciptakan dan dipopulerkan George Bernard Shaw, dramawan asal Irlandia besar di Inggris, yang mengatakan bahwa, “Faktor teknis ini dalam pementasan drama adalah diskusi. Dahulu Anda mempunyai, dalam apa yang disebut pementasan drama yang baik, suatu eksposisi dalam babak pertama, suatu situasi dalam babak kedua, dan penyelesaian dalam babak ketiga. Kini Anda mempunyai eksposisi, situasi dan diskusi; dan diskusi merupakan batu ujain dramawan” (lihat hal. 228, bab 3 Teater dalam Perbincangan, dengan judul sama: Drama Berakhir dengan Diskusi). Jadi rupanya istilah eksposisi, situasi dan penyelesaian yang dalam teori drama disebut dramatic plot atau struktur dramatik (kronologis peristiwa dan konflik) yang sudah menjadi bagian umum ketika seorang pengarang membuat lakon, yang mana Aristoteles sebagai pencetusnya; tetapi oleh Shaw struktur dramatik itu, diubah menjadi eksposisi, situasi dan diskusi. Ini pula yang menjadi penekanan Afrizal Malna dalam epilognya yang menyebut susunan dramatic plot itu, sebagai struktur baru naskah teater (lihat hal. 482).
Secara singkat menurut Ignas, pemikiran Wiratmo ini lebih berfokus pada teater sebagai ekspresi dan presentasi makna dalam hidup manusia, dan tidak sekedar sebagai ketrampilan menggunakan panggung dan kefasihan mengucapkan dialog (lihat hal. Xli). Topik yang selalu menarik perhatiannya ialah membandingkan sikap terhadap kekuasaan politik, dan batas kekuasaan itu dalam berbagai bidang kesenian, dan kemudian hubungan di antara kaum cendekiawan dan para politisi yang menjalankan politik praktis. Sementara menurut Seno (SGA), Wiratmo menonton pertunjukan teater atau menggunakan teater, guna mendukung pemikirannya dalam memecahkan berbagai persolaan politik (lihat pada Diskusi Buku Wiratmo, 25 November 2020, melalui kanal youtube, dengan pembicara SGA dan Afrizal Malna, Komite Teater DKJ).
Wiratmo adalah seorang pemerhati sekaligus pengamat teater (di samping esais, kolomnis politik, filsafat & tata negara, baik di koran, majalah, & makalah; dosen teater & penyiar RRI) yang unik, sebab memperbincangkan pertunjukan teater dari sisi lain. Wiratmo menonton teater hanya sebagai legitimasi untuk me-review teks dan konteks lakon (naskah drama), terutama dalam hubungannya dengan latar pengarang dan lakon yang dikarang.
Akhirnya buku yang mengulas 63 esai yang ditulis sepanjang 1977 – 1997 ini, terbagi dalam 4 bab: bab 1 Dramawan dan Pemikiran, terdiri atas 16 esai; bab 2 Teater dan Mazhab, terdiri atas 8 esai; bab 3 Teater dalam Perbincangan, terdiri atas 26 esai; dan bab 4 Teater dan Politik terdiri atas 13 esai. Dalam segi tata bahasa dan peristilahan dalam gaya penulisan Wiratmo, penyusun dan editor menyikapi gaya penulisan beliau, dengan menyesuaikannya dengan EyD. Isi buku tersebut dilengkapi pula dengan catatan kaki, glosarium, indeks, biografi Wiratmo, serta foto-foto sesuai konteks; yang kiranya dapat memudahkan sidang pembaca untuk menelusuri pemikiran Wiratmo. sebagai penambahan wawasan, sehingga buku ini patut dimiiki, karena masih tetap relevan, serta Dan seumpama buku ini adalah naskah drama dan pertunjukan teater, maka ia merupakan hit et nunc (here and now, di sini dan kini).
Gn. Sindur, Bogor, Januari 2021,
Edy Susanto
Buku ini bisa didapat atau pesan melalui WA 0821 2223 6813 (Edy Susanto) dengan harga per ekslempar Rp 80.000,00 belum termasuk ongkos kirim. Untuk Jabodetabek ongkos kirim 12.000 rupiah.
Sangat berharga kumpulan artikel Wiratmo ini.Semoga jurusan teater IKJ juga membukukan teknik teknik penyutradaraan Wahyu Sihombing.Akhir akhir ini tidak terdengar pementasan berharga atau dari teater IKJ.Buku ini mengingatkan bahwa dulu Teater Lembaga IKJ cukup produktif.Tapi sekarang hilang.