Sajak-sajak Isbedy Stiawan Z.S.

BERAPA JAUH

berapa jauh diukur dengan jarak

antara pertemuan dan berpisah

: aku dan kau,

didindingi oleh hujan amat deras

bersama adzan dari masjid sebelah

jalan itu;

– Tuhan Maha Besar

bisa menembok setiap pertemuan

atau untuk batal

sebagai bara, barangkali, yang menjadi

pagar bagi kedua pasukan. “Tuhan

yang menunda peperangan itu,

karena izinNya kota tak lumat

dan kita tak sekarat

demi sampai pada perjumpaan.”

maka biarlah hujan datang

dan kita menyimpan kerinduan;

andaipun berjumpa

apakah kita mampu melawan

badai atau banjir?

AKU TEMUKAN GAIRAH

sepertinya sudah dekat. lampu

mercusuar dekat pulau

sudah berkelipkelip

pelabuhan memancarkan cahaya

        begitu terang

di dekat kelopak mataku

         kapal mulai meredakan suara

mesin. sesaat lagi tali di lempar

ke dermaga

        dan palka kosong; aku berjalan,

susuri koridor untuk mencari rumah

baruku. diwarnai wangi, diselimuti

sunyi

dan isak

kau akan bersedih

aku temukan gairah

dan keriangan!

2025

JAM KUNJUNGAN

jam kunjungan

dimulai pukul 21.40

aku mengunjungimu

atau kau bertamu

pintuku dan pintumu

   sudah dibuka

    untuk masuk

jam percakapan

dimulai sejak sekarang

kubawa segala salam

kau datang dengan senyuman

“pilih ruang mana

                     untuk pertemuan?”

sebaiknya diamdiam

untuk perjanjian

langkah yang tenang

menyelinap ke dalam waktu

dan katakan; “mari mulai,

jam kunjungan sudah

disediakan.”

tataplah

dekatkan telinga

siapkan jam kunjungan

di malam lengang

November 2025

PADA MULANYA

(1)

pada mulanya dari kata

lalu jadi kalimat

beranak pinak; menjelma

kau, aku, jadilah kita

tanah membentang

menyusur – menyisir

“berpeluk kita

sebagai satu napas

tak terbatas

     oleh pulaupulau

benua demi benua

gunung, gurun, tanah

air, udara, dan langit,”

      katamu

        setelah perjumpaan

pada mulanya adalah kata

yang dilontarkan

dalam sunyi, pada riuh

jadi gemuruh    

   dan gaduh,

“tapi kita satu

dalam kitab

      yang satu

di meja panjang

dan lebar sekali

dalam irama

yang sama,” balasku

berjalan dari titik nol

hingga tiba nol lagi

kita bangun rumah

untuk istirah

dan sekadar jeda

di halaman bendera

berkibar; melambai

pada kau, pada aku,

pada kita – kalian? –

sepenuh hati

satu tatapan

: masa depan,

cahaya terang

bubungan

menunjuk langit

tiangnya menancap

ke dalam bumi

       begitulah….

(2)

dalam bersama, ya sesungguhnya,

aku sendiri            kau sunyi

menghitung rintik hujan di luar

selebihnya fana. selalu tiada

yang bisa ditangkap. rintikrintik itu

lepas. lesap

serupa asap

seperti kabut

adakah yang lebih pedih?

     – kesendirian

             bersama –

yang luruh itu sunyi

aku pun mencari

jalan lain. ke tempatmu

“sesungguhnya kelak

kita akan kembali bersama

semajlis, seriung, sayang…”

pesanmu suatu kali

(aku lupa nama hari

aku abai soal waktu

sebab yang kucatat

ada semburat merah

di langit. persis jatuh

di kelopak matamu)

lalu kukecup sisa kabut

di keningmu yang kubayangkan

adalah langit di barat sana

“dan di sana kita bertemu,”

lirih suaramu

tapi aku riang lantaran

kita bersama selalu

tanpa ada pisah

juga tikai

  juga kesumat!

(3)

pandanglah aku, kekasih

di wajahku langit kuhampar

laut telah kubentang

hutan digelar. hijau

bukit kutegakkan

kita akan menjadi

sepasang cinta

dari tubuh orang pertama

– bapak ibu kita –

yang bersama kembali

setelah berabadabad pisah

dan terlunta di tanah ini

lalu mereka namakan

“bukit kasih”

dan kita boleh memberi nama lain

ditulis di lembarlembar kain

didendangkan bersamasama

Lampung, 7 Juli 2025

PERSIS DI TANGGAL KELAHIRAN

jika kau tahu makna kasih

maka aku terima apapun

: tawa dan duka

     riang maupun luka

sebab kau jadi kupukupu

tiba di setiap pagi

di bunga di depan jendela

dia baru saja mandi. embun

dan angin menari di bawah bayang

melambaikan sayap

tanah senyap

“baru saja kabar duka,

kuterima; ada kematian

tak kubaca namanya.”

        kecuali nanti

sebuah epitaph

menuliskan; nama kita

“sepasang kupukupu

luruh sayapnya

remuk tubuhnya”

(persis di tanggal kelahiran)

2025

————

Isbedy Stiawan ZS, adalah sastrawan asal Lampung dan alumni Forum Puisi Indonesia 87 yang masih produktif sampai kini. Buku-buku dan karya puisinya kerap memenangkan lomba/sayembara, atau masuk nomine.

Pada 2025, 3 buku puisinya terbit yakni Kitab Puisi Esai Elegi Galian Tambang, Kumpulan Puisi Satu Ciuman, Dua Pelukan, dan Menungguku Tiba. Karya-karyanya juga  dimuat Kompas, Horison, Suara Merdeka, Lampung Post, Republika, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, Tanjungpikang Pos, Riau Pos, Padang Ekpres, Haluan, Bali Pos, Trans Sumatera, Kupas Tuntas, Poros Lampung, Lampung TV, inilampung.com.

Tahun 2022 ia meluncurkan buku puisi terbitan Siger Publisher, yakni Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan, Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang, Ketika Aku Pulang (2022),  Masuk ke Tubuh Anak-Anak (Pustaka Jaya, Bandung), Biografi Kota dan Kita (April 2023), Puisi Buruk yang Diuntungkan (2024), Satu Ciuman, Dua Pelukan (Istana Agency Jakarta, 2025), dan Kitab Puisi Esai Elegi Galian Tambang (CBI, 2025).

Pada 2015 Isbedy pernah sebulan di Belanda dan lahirlah kumpulan puisi November Musim Dingin. Selain itu ia juga pernah diundang ke negara Thailand, Singapura, Brunei Darussalam.

Buku puisinya, Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua masuk 5 besar pilihan Majalah Tempo (2019) dan Kini Aku Sudah Jadi Batu! terpilih 5 besar Badan Bahasa Kemendikbud RI (2019).

Buku Puisi: Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020).

Buku Cerpen: Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung (masuk 10 besar Khatulistiwa Literary Award), Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020), Malaikat Turun di Malam Ramadan (Siger Publisher, 2021).