Puisi-puisi Djoko Saryono

DRUPADI: Bertahun-tahun perempuan itu menggeraikan rambutnya: duh betapa panjangnya, tak terukur lulurnya, tak tampak ujung pangkalnya. Waktu seperti terlipat di dalamnya. Bertahun-tahun perempuan itu tak juga mengeramasi rambut panjangnya: duh betapa semerbaknya, tak ada tanda berakhirnya, tak terlihat hulu muaranya. Lajur waktu serasa tak sanggup menampungnya. Sebab darah muncrat belumlah tersedia: Dursasana masih tertawa, belum […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

 Syawal Hari Pertama Rembulan pecah di telapak tangan, serpihan cahaya mengaliri urat rindu. Langit bergetar, menyulut doa dalam dada, puing-puing malam bersandar di sejadah sunyi. Jejak kaki di pasir waktu, mencari sisa gema takbir yang merunduk, angin berbisik di sela sajadah kosong, menitipkan luka yang mekar dalam sujud. Cawan penuh rahmat, meneteskan sunyi, menggenangi kelopak […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

Percakapan Pagar Bambu “Mengapa kau tegak di sini?“ tanya angin kepada pagar bambu. “Aku ditanam sebagai pembelah laut,” jawabnya lirih, “agar batas menjadi nyata, agar gelombang tahu tempat untuk berhenti.“ “Tapi laut tak pernah punya batas,” angin berdesir, “ia adalah napas yang mengembara, ia adalah rumah yang tak berpintu.“ Pagar bambu merintih, sendi-sendinya retak dalam […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

  Hakikat Unjuk Rasa Lidah jalan retak-retak, aspal menganga, menelan nyanyian perut. Dinding gedung, gincu emas kusam, mata penguasa tinggal bayangan di layar-layar buta. Langit berwarna besi, tangan-tangan menggapai udara seperti burung tanpa sayap, suara mereka terpanggang matahari. Kota, labirin lapar— jalan-jalan bersuara parau, poster-poster berkeringat darah, bendera-bendera tersenyum miring. Di podium tinggi, mulut-mulut menjahit […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

Cinta di Lampu Merah Dua anak kecil, gitar kardus, kaleng penyok. Lagu sumbang, suara pecah, angin melintas. Lampu merah. Wajah-wajah menoleh, tidak melihat. Tangan kecil terulur, koin jatuh, mata tak bertemu. Di kaca mobil, bayangan raksasa melotot. Tuan berdasi, ibu berselendang, jemari di layar. Bibir tipis, senyum tipis, hidup tipis. Klakson meledak, hujan asap, roda […]

Puisi-puisi Djoko Saryono

RIWAYAT REMPAH /1/ “Kamilah yang menyemaikan hasrat paling memabukkan kesadaran orang-orang di jagat raya: lantas mereka menumbuhkan dera di sepanjang pematang cerita hidup manusia!” ujar rempah-rempah bersama. Kepada tiap telinga semesta. Seluruh Eropa pun tegang, mata batin nyalang, saraf membangunkan gelinjang, dan orgasme lidah menghabiskan nafas orang-orang. Telinga dan kepala memasang antena, lalu menyadap percakapan […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

AMBISI AROK Sisa malam terbakar di ujung keris, bau besi mengabur di napas persekongkolan. Di sela gurat tangan, takdir menggoreskan janji-janji patah dari lidah brahmana. Tumapel gemetar, hutan pun melempar bayang, langkahnya jejak gelap di batu-batu. Kertajaya memagut angin, istana retak, dinding-dindingnya rebah dalam isyarat sengit. Darah sudah menulis namanya di pucuk panji, Singasari bangkit […]

Puisi-puisi Djoko Saryono

AKULAH ILMU /1/ Akulah ilmu — kau tahu? si terdakwa dari segala penjuru juga si terpuja dalam segenap waktu padahal aku diam merenung selalu oleh manusia dianggap bahaya tapi juga diharapkan memberi jasa manusia suka gamang belaka dari masa ke masa dari mandala ke mandala bermacam suara lantang menampar atau menimang ya, akulah memang ilmu […]

Puisi-Puisi Gilang Sulaeman

Surat Buat Tante Lien Kepada: Wieteke Van Dort Kepada Tante Lien yang periang, hendak kukabarkan padamu kalau nasi goreng dengan taburan embun sudah siap tersaji di piring putih dengan nyanyian riang ayam jantan -seriang nyanyianmu: Geef Mij Maar Nasi Goreng! Kututup dengan tudung senja, agar hangatnya tak mengudara di dingin sepi. Tante Lien kulihat liurmu […]

Puisi-Puisi Eddy Pranata PNP

Ketika Setiap Keramaian Adalah Kesunyian Ketika setiap keramaian adalah kesunyian; aku tak pernah bersedih. Begitu pula luka seperih apa pun; akan kunikmati Kepergian orang terkasih; melancarkan alir darah. Aku akan menjelma manusia paling tabah. Menerima duka lara dengan bahagia. Sepanjang selasar waktu dan usia. Walau sepercik cahaya. Sekelebat cahaya! Aku tidak tahu pasti kenapa aku […]