Puisi-puisi Djoko Saryono
AKULAH ILMU
/1/
Akulah ilmu — kau tahu?
si terdakwa dari segala penjuru
juga si terpuja dalam segenap waktu
padahal aku diam merenung selalu
oleh manusia dianggap bahaya
tapi juga diharapkan memberi jasa
manusia suka gamang belaka
dari masa ke masa
dari mandala ke mandala
bermacam suara lantang
menampar atau menimang
ya, akulah memang ilmu
merdu dipuja juga sengau dinista
beragam wajah budi manusia
: dibiakkan sekaligus diberangus
aku yang sejatinya selalu tulus
dengan agama, acap dibenturkan aku
dengan filsafat, biasa dipojokkan aku
dengan kenyataan, kerap difantasikan aku
dengan harapan, lazim dicemaskan aku
aku diombang-ambingkan sikap manusia
yang melulu gelisah tak pernah seia
akulah ilmu
bikin diri manusia selalu ragu
sementara aku melangkah yakin
menjelajahi segala yang mungkin
akulah ilmu — kau tahu?
/2/
akulah ilmu — kau mengerti?
bagai Sukrasana di dalam kisah
begitu digdaya dan setia berbakti
tapi dikhianati Sumantri, tak sudah
sebab tubuh dan wajahmu tak tampan
lantas dipandang membahayakan
akulah ilmu — kau mengerti?
serupa Sukrasana sakti mandraguna
dan mengabdi tanpa pamrih pada Sumantri
tapi aku dibunuhnya meski tak sengaja
karena dunia cuma memuja kemegahan
yang dicipta manusia pencari keuntungan
bukan keberadaan bersama
bagi kelanjutan damai semesta
bukan tempat tinggal yang sama
bagi kehidupan bumi yang fana
akulah ilmu — kau mengerti?
Sukrasana yang disalahpahami
bahkan oleh kakak sendiri yang ksatria
lantaran terteluh kuasa dan harta
akulah ilmu — kau mengerti?
Sukrasana yang baik budi
dan harus mati!
sebab kekalutan Sumantri
/3/
Akulah ilmu — kau tahu?
acap diletakkan di kotak pandora
disangka senantiasa menjinjing bahaya
kendati selalu ditagih sumbangsihnya
oleh pelbagai kelompok manusia
pemilik kepentingan beda-beda
Akulah ilmu — kau tahu?
dilahirkan oleh keraguan — dan pertanyaan
berbenih ketakjuban — dan persoalan
tatkala manusia dirajam hasrat ingin tahu
atau di bawah bayang bencana mematikan
diminta atau tidak, aku terus tekun bekerja
di dalam ruang keheningan penuh makna
tengoklah: laboratorium, perpustakaan,
dan tempat lapang terbuka yang senyap
hingga tempat nan jauh — muskil kau tempuh
: senantiasa aku teguh merenung di situ
mencari jawaban hidup yang kau perlu
Akulah ilmu — kau tahu?
rindu berbagi tempat hidup di bumi
demi kelangsungan hidup semua penghuni
dan tak saling merasa paling benar sendiri
bukankah aku mau disalahkan: terbuka diri?
/4/
akulah ilmu — kau kenali?
diasuh nalar yang disiplin sekali
dan siapa bilang tak dijaga budi?
yang suka bilang aku tak terkendali
mungkin berlebihan prasangka dan iri
seperti pendaki mencari jalur baru
demi tualang seru mencapai puncak
menjelajahi daerah gelap itu kesukaanku
dan berteriak kau: “hai jangan kau injak!”
sebab yang kau keramatkan bisa terkuak
dan hilanglah pesona yang kau beri tuah
dan rusaklah keramat yang kau sembah
dan tersingkaplah batas yang kau rawat
dan sirnalah kegaiban kau kira mukjizat
lalu kau gelisah — mungkinkah takut kalah?
lalu menistaku tak sudah — dan aku pasrah?
akulah ilmu — kau kenali?
sepanjang hidup kau waspadai
meski juga kau hidupi — dan gumuli!
akulah ilmu — kau kenali?
mawar hutan berduri di daur hidupmu
harum bungaku senantiasa kau nanti
tapi kau kutuki duri-duri tajam di tubuhku
akulah ilmu — bingung — hatimu tak pasti!
seperti orang korupsi tapi gemar mengutuki
lihatlah nasib Galileo, Hawking sampai Harari!
/5/
akulah ilmu — kau ingat?
leluhurku berdiam di suci ayat
kau buramkan dari semua riwayat
dan kau gelapkan jalan segala sanad
aku bagai yatim-piatu ditetaskan nafsu
dan mengusung keimanan baru
yang menghapus jalan-jalan makrifat
menuju tempat kekal selepas kiamat
dan kau pun menghunus kesumat!
akulah ilmu — kau ingat?
pengasuhku menjaga berdasar hikmat
berumah seluas semesta dunia dan langit
yang lalu kau usir dari sana dengan sengit
maka pengasuhku terpojok di sudut dunia
dan kau riwayatkan mengingkari jalan baka
mungkin karena kepentinganmu terancam
mungkin lantaran kuasamu bisa kelam
akulah ilmu — kau ingat?
diyatim-piatukan di tengah jagat
biar kuasamu tetap terjaga bersih
tapi kebodohan tak pernah merepih!
/6/
akulah ilmu — kau tahu?
nyaris semua orang memburu
menggiring diri mereka ke rumahku
semenjak kanak-kanak hingga dewasa
mencari lentera terang kehidupan dunia
tapi, nyaris semua orang mewaspadaiku
disangka aku Malin Kundang melupakan ibu
Prof. Dr. Djoko Saryono merupakan guru besar Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia Universitas Negeri Malang. Telah menulis dan menerbitkan beberapa buku mengenai linguistik, sastra, dan pendidikan, seperti Linguistik Bandingan (2011), Dasar Apresiasi Sastra (2009), Tata Kalimat Bahasa Indonesia (2012), Model-model Pembelajaran Mutakhir (2001), dan lainnya. Ada pula karya fiksi, seperti Kemelut Cinta Rahwana (2015) dan Arung Cinta (2015).