Korupsi yang Kita Jalani
Oleh Nizar Machyuzaar*
Media arus utama terus mengabarkan kasus korupsi. Namun, situasi penerimaan atas berita korupsi menjadi hidup pada beragam platform media sosial. Wajarlah, pada media sosial, penggunanya dapat berinteraksi langsung untuk menyampaikan pendapat tentang kasus korupsi. Mereka tidak hanya berbagi dan berbagi ulang konten korupsi, tetapi juga berkreasi dengan membuat modifikasi konten, seperti meme.
Pada akhir tahun 2024, lembaga jaringan antikorupsi, Global Transparancy, mengeluarkan laporan survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 180 negara. Skala yang diberlakukan mulai dari 0 yang berarti terkorup sampai dengan 100 yang berarti sangat bersih dari korupsi. Indonesia berada pada peringkat 115 dengan nilai 34 –turun 5 peringkat dari tahun 2023.
Semangat Reformasi sejak 1998 terbaca dengan mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. Lembaga tambahan ini diharapkan membantu lembaga negara dalam penegakan hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dalam menangani kasus korupsi. Namun, apa lacur? Birokrasi bersih yang diidealkan Reformasi masih terus digerogoti virus korupsi. Berita korupsi bagai unit informasi yang terus dan terus diproduksi dan dikonsumsi masyarakat, baik sebagai warga negara maupun warganet. Apalagi, kita bisa membayangkan berapa banyak kasus korupsi yang tidak terendus media.
Replikasi Korupsi
Dalam dunia fiksi, novel Korupsi (1954) karya Pramudya Ananta Toer berhasil menggambarkan prototipe korupsi yang berkelindan dengan birokrasi. Tokoh Bakir yang sudah lama mengabdi sebagai pegawai pemerintah akhirnya memutuskan untuk korupsi karena gaji sebagai pegawai rendahan tidak mencukupi kebutuhan istri dan empat anaknya. Selain itu, latar ekonomi yang sedang inflasi juga mendasari kasus korupsi pada waktu itu.
Keberanian Bakir untuk melakukan korupsi tidak serta-merta. Pram berhasil menggambarkan konflik batin tokoh saat pertama kali melakukan korupsi. Namun, keberanian Bakir untuk melakukan korupsi bukan tanpa alasan. Rekan-rekan kerjanya sudah jamak melakukannya. Modus yang dilakukannya dengan menjual alat kantor dan memberi kemudahan perusahaan mitrapemerintah dalam berbisnis. Lebih dari itu, adagium harta, tahta, dan wanita pun menambah kompleks jeratan korupsi.
Bakir berbohong dan terus berbohong kepada istrinya atas uang yang diberikan untuk menafkahi keluarga. Karena kecurigaan istri atas korupsi, Bakir merasa tidak nyaman dan meninggalkan Mariam dan empat anaknya. Lalu, Bakir menikahi Sutijah, perempuan cantik yang ditaksirnya sejak lama. Keuangan hasil korupsi mulai menipis seiring dengan korupsi yang mulai terbongkar. Sutijah meninggalkan Bakir dan anak yang dicurigai bukan darah daging Bakir. Akhirnya, Bakir ditangkap dan dipenjara. Penyesalan datang saat Bakir ditengok Mariam dan empat anaknya.
Prototipe manusia Bakir pada novel Pram ini mengingatkan kita pada beragam kasus korupsi yang menjerat para pejabat, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Bahkan, pada bulan April 2025 ini warganet di Indonesia dihebohkan dengan kasus seorang mantan gubernur yang terjerat dua kasus sekaligus, yakni korupsi dan perselingkuhan.
Dalam novel ini Pram telah berhasil menggambarkan kasus korupsi yang marak terjadi pada masa Orde Lama. Krisis ekonomi yang menyebabkan inflasi dan gaji rendah pegawai pemerintah meneguhkan bahwa korupsi rentan terjadi pada birokrasi. Pada masa Orde Baru, kasus korupsi dilakukan terkoordinasi melalui program pembangunan berjangka lima tahunan di bawah kendali presiden. Pada masa Reformasi, seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah, korupsi terjadi pada pimpinan dan bawahannya, mulai dari tingkat pusat, kepala daerah, sampai dengan kepala desa atau kelurahan.
Meme Korupsi
Unit informasi yang menyebar luas dan menjadi kode sosial-budaya suatu masyarakat mirip dengan peristiwa pewarisan gen evolusi biologis –On the Origin of Species by Means of Natural Selection, Charles Darwin (1958). Richard Dawskin dalam The Selfish Gene (1976) memberi istilah meme yang sepadan dengan gene (baca: gen) untuk membedakannya dalam evolusi budaya. Tentu saja, meme yang bertahan hidup memiliki ciri yang sama dengan gen, yakni mampu melewati seleksi alam alias mampu bertahan hidup pada berbagai masa.
Wacana korupsi lahir seiring dengan berdirinya negara kebangsaan. Korupsi terjadi saat kepentingan umum menjadi kepentingan atau kepemilikan pribadi. Karena itu, kongsi dagang Kerajaan Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC, yang hampir 200 tahun memonopoli perdagangan rempah Nusantara, mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada tahun 1799 karena perilaku sebagian besar para pejabatnya yang korupsi.
Bisakah kasus ini menyebar pada pribumi saat itu? Yang pasti, pengakuan kita saat ini atas pernyataan “budaya korupsi” yang mengakar, baik pada birokrasi maupun pada masyarakat semakin mengukuhkan keberadaan korupsi sebagai meme. Layaknya replikasi konten korupsi yang menyebar pada media sosial kita saat ini. Korupsi menjadi informasi yang diproduksi dan dikonsumsi dengan cepat, luas, dan massif. Tentu, lebih dari sekadar konten viral, korupsi menjadi meme yang kita jalani hari-hari ini dan berikutnya.
Mangkubumi, 28 April 2022
*Penulis adalah penyair dan esais. Saat ini penulis sedang menamatkan program magister pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.