Candi Borobudur, Pembumian Naskah Gandawyuha
YOGYAKARTA – Kisah Gandawyuha asli India bagian selatan abad 1 Masehi diadopsi oleh banyak peradaban di seluruh Asia, seperti India, Tiongkok, Jepang, Srilangka, hingga Indonesia. Kisan Gandawyuha menjadi bahasan utama dalam Borobudur Writers Cultural Festival (BWCF) 2017 hari kedua di Hotel Manohara Borobudur, Magelang, Jumat (24/11).
Menurut Pakar Budhidharma, Salim Lee, salah satu yang paling menarik dari Borobudur adalah candi tersebut merupakan pembumian naskah Gandawyuha yang bisa dinikmati dan dipelajari oleh semua orang. Berbeda di negara-negara lain, seperti Tiongkok, Jepang, maupun India, tafsir atas Gandawyuha berada di kuil-kuil yang elitis.
“Di Borobudur, sebagai presentasi kisah Gandawyuha, presentasinya melibatkan pemikiran mendalam, kebaikan tertinggi, dan keahlian seni ukir dari seluruh rakyat. Borobudur adalah peta mencapai potensi tertinggi keberadaan, dan kokoh berdiri di bumi Nusantara,” ungkap Salim Lee, yang menjadi pembicara utama dalam seminar tersebut.
Gandawyuha adalah sutra (teks) utama buddhisme yang mencerminkan keluasan dan kedalaman Dharma ajaran Buddha. Kisahnya bercerita tentang tokoh bernama Sudjana dalam menggapai spiritual tertinggi.
Salim Lee mengatakan bagi orang-orang yang berkeinginan memiliki hidup yang berarti, Borobudur merupakan suatu peta sistematis. Dimulai dari keinginan mendasar seperti kekayaan, dipuji dan berumur panjang, hingga tercapainya kehidupan yang tergugah, hidup dengan kemantapan, kedamaian hati dan welas asih yang menebar kebagiaan untuk semua makhluk.
Di seluruh dunia, sepanjang sejarah, Borobudur adalah satu-satunya kita bisa menemukan kumpulan sutra yang begitu lengkap dan paripurna.
Dibabar dengan sistematis, dengan tahapan dan tujuan jelas, dan dihadirkan pada media ukiran batu pada dinding dan Langkan sebuah Stupa. “Motifnya yang luar biasa, yakni agar sebanyak mungkin orang bisa menjalani laku itu. Keselamatan bagi semua orang,” katanya.
Sementara itu, Arkeolog Balai Pelestari Peninggalan Purbakala, Agus Widiatmoko, dalam Pidato Kebudayaannya menjabarkan hubungan Situs Muarajambi, Situs Nalanda, dan Vikramasila di India. Agus menemukan bahwa Swarna Dwipa yang disebut I-tsing dalam catatan perjalanannya adakan pusat pendidikan ajaran Buddha di Muarajambi.
“Situs Muarajambi adalah bagian dari jaringan situs arkeologis dan historis puncak peradaban dunia. Penting untuk terus membuka konteks pengetahuan di situs tersebut,” katanya. YK/E-3
Pewarta YK/E-3 (Koran Jakarta)